Sabtu, 23 April 2011

hubungan pengusaha & pembantunya dalam hukum dagang

HUBUNGAN PENGUSAHA DAN PEMBANTUNYA
Didalam menjalankan kegiatan suatu perusahaan yang dipimpin oleh seorang pengusaha tidak mungkin melakukan usahanya seorang diri, apalagi jika perusahaan tersebut dalam skala besar. Oleh karena itu diperlukan bantuan orang/pihak lain untuk membantu melakukan kegiatan-kegiatan usaha tersebut.
Pembantu-pembantu dalam perusahaan dapat dibagi menjadi 2 fungsi :
1. Membantu didalam perusahaan
2. Membantu diluar perusahaan

Hubungan hukum yang terjadi diantara pembantu dan pengusahanya, yang termasuk dalam perantara dalam perusahaan dapat bersifat :
a. Hubungan perburuhan, sesuai pasal 1601 a KUH Perdata
b. Hubungan pemberian kuasa, sesuai pasal 1792 KUH Perdata
c. Hubungan hukum pelayanan berkala, sesuai pasal 1601 KUH Perdata



Didalam menjalankan kegiatan suatu perusahaan yang dipimpin oleh seseorang pengusaha tidak mungkin melakukan usahanya seorang diri, apalagi jika perusahaan tersebut dalam skala besar. Oleh karena itu, diperlukan bantuan orang lain untuk membantu melakukan kegiatan-kegiatan usaha tersebut.
Sementara itu, pembantu-pembantu dalam perusahaan dapat dibagi menjadi dua fungsi, yakni pembantu di dalam perusahaan dan pembantu di luar perusahaan
1. pembantu di dalam perusahaan
pembantu di dalam perusahaan adalah mempunyai hubungan yang bersifat sub ordinasi, yaitu hubungan atas da bawah sehingga berlaku suatu perjanjian perubahan, misalnya pemimpin perusahaan, pemegang prokutasi, pemimpin filial, pedagang keliling, dan pegawai perusahaan.
2. pembantu di Luar Perusahaan
adalah mempunyai hubungan yang bersifat koordinasi, yaitu hubungan yang sejajar sehingga berlaku suatu perjanjian pemberian kuasa antara pemberi kuasa dan penerima kuasa yang akan memperoleh upah, seperti yang diatur dalam pasal 1792 KUH Perdata, misalnya pengacara, notaries, agen perusahaan, makelar, dan komisioner.

Dengan demikian , hubungan hukum yang terjadi di antara mereka yang termasuk dalam perantara dalam perusahaan dapat bersifat:
1. hubungan pemburuhan , sesuai pasal 1601 a KUH Perdata;
2. hubungan pemberian kuasa, sesuai pasal 1792 KUH Perdata;
3. hubungan hukum pelayanan berkala, sesuai pasal 1601 KUH Perdata.

Sumber : Wikipedia.com & google.com

pengusaha & kewajibannya dalam hukum dagang

PENGUSAHA DAN KEWAJIBAN NYA
KEWAJIBAN-KEWAJIBAN PENGUSAHA

Pengusaha adalah setiap orang yang menjalankan perusahaan. Menurut undang-undang, ada 2 macam kewajiban yang harus dipenuhi oleh pengusaha yaitu ;
1. Membuat pembukuan
2. Mendaftarkan perusahaannya

Pengusaha adalah setiap orang yang menjalankan perusahaan. Menurut undang-undang, ada dua macam kewajiban yang harus dilakukan oleh perusahaan, yaitu :
1. membuat pembukuan ( sesuai dengan Pasal 6 KUH Dagang Undang-undang Nomor 8 Tahun 1997 tentang dokumen perusahaan ), dan
di dalam pasal 2 undang-undang nomor 8 tahun 1997 yang dikatakan dokumen perusahaan adalah terdiri dari dokumen keuangan dan dokumen lainnya.
a. dokumen keuangan terdiri dari catatan ( neraca tahunan, perhitungan laba, rekening, jurnal transaksi harian )
b. dokumen lainnya terdiri dari data setiap tulisan yang berisi keterangan yang mempunyai nilai guna bagi perusahaan, meskipun tidak terkait langsung denagn dokumen keuangan.
2. mendaftarkan perusahaannya ( sesuai Undang0undang Nomor 3 tahun 1982 tentang Wajib daftar perusahaan ).
Drnagn adanya undang-undang nomor 3 tahun 1982 tentang wajib daftar perusahaan maka setiap orang atau badan yang menjalankan perusahaan, menurut hukum wajib untuk melakukan pemdaftaran tentang segala sesuatu yang berkaitan dengan usahanya sejak tanggal 1 juni 1985
Berdasarkan pasal 25 undang-undang nomor 3 tahun 1982, daftar perusahaan hapus, jika terjadi :
a. perusahaan yang bersangkutan menghentikan segala kegiatan usahanya ;
b. perusahaaan yang bersangkutan berhenti pada waktu akta pendiriannya kadarluasa;
c. perusahaan yang bersangkutan dihentikan segala kegiatan usahanya berdasarkan suatu putusan pengadilan negeri yang telah memperoleh kekuatan hukum yang tetap.

Sumber : Wikipedia.com & google.com

pembatalan dan pelaksanaan hukum perjanjian

Pembatalan &Pelaksanaan kontrak

Ø Pelaksanaan kontrak
Pengaturan mengenai pelaksanaan kontrak dalam KUHP menjadi bagian dari pengaturan tentang akibat suatu perjanjian, yaitu diatur dalam pasal 1338 sampai dengan pasal 1341 KUHP. Pada umumnya dikatakan bahwa yang mempunyai tugas untuk melaksanakan kontrak adalah mereka yang menjadi subjek dalam kontrak itu. Salah satu pasal yang berhubungan langsung dengan pelaksanaannya ialah pasal 1338 ayat 3 yang berbunyi ”suatu perjanjian harus dilaksanakan dengan etiket baik.” Dari pasal tersebut terkesan bahwa untuk melaksanakan kontrak harus mengindahkan etiket baik saja, dan asas etiket baik terkesan hanya terletak pada fase atau berkaitan dengan pelaksanaan kontrak, tidak ada fase-fase lainnya dalam proses pembentukan kontrak.
Asas yang mengikat dalam pelaksanaan kontrak
Hal-hal yang mengikat dalam kaitan dengan pelaksanaan kontrak ialah :

1. Segala sesuatu yang menurut sifat kontrak diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan, dan undang-undang.
2. Hal-hal yang menurut kebiasaan sesuatu yang diperjanjikan itu dapat menyingkirkan suatu pasal undang-undang yang merupakan hukum pelengkap.
3. Bila suatu hal tidak diatur oleh/dalam undang-undang dan belum juga dalam kebiasaan karena kemungkinan belum ada, tidak begitu banyak dihadapi dalam praktek, maka harus diciptakan penyelesaiannya menurut/dengan berpedoman pada kepatutan.

Pelaksanaan kontrak harus sesuai dengan asas kepatutan, pemberlakuan asas tersebut dalam suatu kontrak mengandung dua fungsi, yaitu :

1. Fungsi melarang, artinya bahwa suatu kontrak yang bertentangan dengan asas kepatutan itu dilarang atau tidak dapat dibenarkan, contoh : dilarang membuat kontrak pinjam-meminjam uang dengan bunga yang amat tinggi, bunga yang amat tinggi tersebut bertentangan dengan asas kepatutan.
2. Fungsi menambah, artinya suatu kontrak dapat ditambah dengan atau dilaksanakan dengan asas kepatutan. Dalam hal ini kedudukan asas kepatutan adalah untuk mengisi kekosongan dalam pelaksanaan suatu kontrak yang tanpa isian tersebut, maka tujuan dibuatnya kontrak tidak akan tercapai.

Ø Pembatalan kontrak
Pembelokan pelaksanaan kontrak sehingga menimbulkan kerugian yang disebabkan oleh kesalahan salah satu pihak konstruksi tersebut dikenal dengan sebutan wanprestasi atau ingkar janji. Wanprestasi adalah tidak dilaksanakannya prestasi atau kewajiban sebagaimana mestinya yang dibebankan oleh kontrak terhadap pihak-pihak tertentu seperti yang disebutkan dalam kontrak.
Ada tiga bentuk ingkar janji, yaitu :

1. Tidak memenuhi prestasi sama sekali
2. Terlambat memenuhi prestasi, dan
3. Memenuhi prestasi secara tidak sah

Akibat munculnya wanprestasi ialah timbulnya hak pada pihak yang dirugikan untuk menuntut penggantian kerugian yang dideritanya terhadap pihak yang wanprestasi. Pihak yang wansprestasi memiliki kewajiban untuk membayar ganti rugi kepada pihak yang menderita kerugian. Tuntutan pihak yang dirugikan terhadap pihak yang menyebabkan kerugian berupa :

1. Pemenuhan perikatan
2. Pemenuhan perikatan dengan ganti rugi
3. Ganti rugi
4. Pembatalan persetujuan timbale balik, atau
5. Pembatalan dengan ganti rugi



Sumber : Wikipedia.com & google.com

Syarat sahnya perjanjian dalam hukum perjanjian

Syarat-syarat sah perjanjian

Suatu kontrak dianggap sah (legal) dan mengikat, maka perjanjian tersebut harus memenuhi syarat-syarat tertentu. Menurut ketentuan pasal 1320 KUHP Perdata, ada empat syarat yang harus dipenuhi untuk sahnya suatu perjanjian, yaitu :
1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya
Syarat pertama merupakan awal dari terbentuknya perjanjian, yaitu adanya kesepakatan antara para pihak tentang isi perjanjian yang akan mereka laksanakan. Oleh karena itu timbulnya kata sepakat tidak boleh disebabkan oleh tiga hal, yaitu adanya unsur paksaan, penipuan, dan kekeliruan. Apabila perjanjian tersebut dibuat berdasarkan adanya paksaan dari salah satu pihak, maka perjanjian tersebut dapat dibatalkan.
2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan
Pada saat penyusunan kontrak, para pihak khususnya manusia secara hukum telah dewasa atau cakap berbuat atau belum dewasa tetapi ada walinya. Di dalam KUH Perdata yang disebut pihak yang tidak cakap untuk membuat suatu perjanjian adalah orang-orang yang belum dewasa dan mereka yang berada dibawah pengampunan.
3. Mengenai suatu hal tertentu
Secara yuridis suatu perjanjian harus mengenai hal tertentu yang telah disetujui. Suatu hal tertentu disini adalah objek perjanjian dan isi perjanjian. Setiap perjanjian harus memiliki objek tertentu, jelas, dan tegas. Dalam perjanjian penilaian, maka objek yang akan dinilai haruslah jelas dan ada, sehingga tidak mengira-ngira.
4. Suatu sebab yang halal
Setiap perjanjian yang dibuat para pihak tidak boleh bertentangan dengan undang-undang, ketertiban umum, dan kesusilaan. Dalam akta perjanjian sebab dari perjanjian dapat dilihat pada bagian setelah komparasi, dengan syarat pertama dan kedua disebut syarat subjektif, yaitu syarat mengenai orang-orang atau subjek hukum yang mengadakan perjanjian, apabila kedua syarat ini dilanggar, maka perjanjian tersebut dapat diminta pembatalan. Juga syarat ketiga dan keempat merupakan syarat objektif, yaitu mengenai objek perjanjian dan isi perjanjian, apabila syarat tersebut dilanggar, maka perjanjian tersebut batal demi hukum. Namun,apabila perjanjian telah memenuhi unsur-unsur sahnya suatu perjanjian dan asas-asas perjanjian, maka perjanjian tersebut sah dan dapat dijalankan.


Sumber : Wikipedia.com

BUMN

BUMN
BUMN) ialah badan usaha yang permodalannya seluruhnya atau sebagian dimiliki oleh pemerintah. Status pegawai badan usaha-badan usaha tersebut adalah pegawai negeri. BUMN sendiri sekarang ada 3 macam yaitu Perjan, Perum dan Persero.
Perjan
Perjan adalah bentuk badan usaha milik negara yang seluruh modalnya dimiliki oleh pemerintah. Perjan ini berorientasi pelayanan pada masyarakat, Sehingga selalu merugi. Sekarang sudah tidak ada perusahaan BUMN yang menggunakan model perjan karena besarnya biaya untuk memelihara perjan-perjan tersebut. Contoh Perjan: PJKA (Perusahaan Jawatan Kereta Api) kini berganti menjadi PT.KAI
Perum
Perum adalah perjan yang sudah diubah. Tujuannya tidak lagi berorientasi pelayanan tetapi sudah profit oriented. Sama seperti Perjan, perum di kelola oleh negara dengan status pegawainya sebagai Pegawai Negeri. Namun perusahaan masih merugi meskipun status Perjan diubah menjadi Perum, sehingga pemerintah terpaksa menjual sebagian saham Perum tersebut kepada publik (go public) dan statusnya diubah menjadi persero.
Persero
Persero adalah salah satu Badan Usaha yang dikelola oleh Negara atau Daerah. Berbeda dengan Perum atau Perjan, tujuan didirikannya Persero yang pertama adalah mencari keuntungan dan yang kedua memberi pelayanan kepada umum. Modal pendiriannya berasal sebagian atau seluruhnya dari kekayaan negara yang dipisahkan berupa saham-saham. Persero dipimpin oleh direksi. Sedangkan pegawainya berstatus sebagai pegawai swasta. Badan usaha ditulis PT < nama perusahaan > (Persero). Perusahaan ini tidak memperoleh fasilitas negara. Jadi dari uraian di atas, ciri-ciri Persero adalah:

* Tujuan utamanya mencari laba (Komersial)
* Modal sebagian atau seluruhnya berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan yang berupa saham-saham
* Dipimpin oleh direksi
* Pegawainya berstatus sebagai pegawai swasta
* Badan usahanya ditulis PT (nama perusahaan) (Persero)
* Tidak memperoleh fasilitas negara

Contoh perusahaan yang mempunyai badan usaha Persero antara lain:

* PT Bank Mandiri (Persero) Tbk.
* PT Garuda Indonesia (Persero)
* PT Angkasa Pura (Persero)
* PT Perusahaan Pertambangan dan Minyak Negara (Persero)
* PT Tambang Bukit Asam (Persero)
* PT Aneka Tambang (Persero)
* PT Pelayaran Nasional Indonesia (Persero)
* PT Perusahaan Listrik Negara (Persero)
* PT Pos Indonesia (Persero)
* PT Kereta Api Indonesia (Persero)
* PT Telekomunikasi Indonesia (Persero)


Sumber : Wikipedia.com & google.com

koperasi

KOPERASI

1. KOPERASI SEBAGAI BADAN USAHA

Koperasi adalah badan usaha (UU No.25 tahun 1992). Sebagai badan usaha, koperasi tetap tunduk terhadap kaidah-kaidah perusahaan dan prinsip –prinsip ekonomi yang berlaku. Dengan mengacu pada konsepsi system yang bekerja pada suatu badan usaha, maka koperasi sebagai badan usaha juga bearti merupakan kombinasi dari manusia, asset-aset fisik dan non fisik, informasi, dan teknologi.
Ciri utama koperasi yang membedakannya dengan badan usaha lainnya (non koperasi) adalah posisi anggota. Dalam UU No. 25 tahun 1992 tentang perkoperasian disebutkan bahwa, anggota koperasi adalah pemilik dan sekaligus pengguna jasa koperasi
Koperasi adalah perserikatan yang memenuhi keperluan para anggotanya dengan cara menjual barang keperluan anggotanya dengan cara menjual barang keprluan sehari-hari dengan harga murah (tidak bermaksud mencari untung).pembentukan koperasi diatur dalam undang-undangnomor 25 tahun 1992 tentang perkoperasian.pasal 1 butir 1 koperasi adalah badan hukum yang beranggotakan orang seorang atau badan hukum koperasi yang melandaskan usahanya berdasarkan prinsip-prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasarkan asas kekeluargaan.
Jadi,koperasi bertujuan untuk memajukan kesejahteraan para anggotanya pada khususnya dan masyarakat pada umumnya serta ikut membangun tatanan perekonomian nasional dalam rangka mewujudkan masyarakat yang maju,adil,dan makmur berlandaskan pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

FUNGSI DAN PERAN KOPERASI

Adapun fungsi dan peran dari koperasi adalah sebagai berikut.
a. Membangun dan mengembangkan potensi dan kemampuan ekonomi anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan sosialnya
b. Berperan serta secara aktip dalam upaya mempertinggi kualitas kehidupan manusia dan masyarakat.
c. Memperkokoh perekonomian rakyat sebagai dasar kekuatan dan ketahanan perekonomian nasional dengan koperasi sebagai soko gurunya.
d. Berusaha untuk mewujudkan dan mengembangkan perekonomian nasional yang merupakan usaha bersama berdasarkan asas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi.

PENDIRIAN KOPERASI


Koperasi dapat didirikan oleh orang perseoranngan (koperasi primer) maupun badan hukum itu sendiri (koperasi sekunder).namun,untuk membentuk koperasi primer sekurang-kurangnya ada 20 orang,sedangkan untuk koperasi sekunder dibentuk oleh sekurang-kurangnya 3 koperasi.Usahanya kop[erasi adalah yang berkaitan langsung dengan kepentingan anggota untuk meningkatkan usaha dan kesejahteraan anggota.

Adapun modal koperasi terdiri dari
a. Modal sendiri,meliputi simpanan poko,simpanan wajib,dana cadangan,dan hibah;
b. Modal pinjaman,dapat berasal dari anggota,dari koperasi lainnya dan/atau anggotanya,bank,dan lembaga keuangan lainnya;
c. Penerbitan surat berharga dan surat utang lainnya serta sumber lainnya yang sah.

Struktur Organisasi Koperasi

Organisasi mempunyai perangkap kerja. Berdasarkan pasal UUK 1992 memiliki perangkat koperasi, yakni rapat anggota, pengurus, dan pengawas.
1. Rapat Anggota
Adalah pemegang kekuasaan tertinggi dalam koperasi. Rapat anggota yang pelaksanaannya diatur dalam anggaran dasar.
2. Pengurus
Akan halnya pengurus koperasi, untuk pertama kali diangkat dengan mencantumkan nama dan anggota pengurus dalam akta pendirian yang selanjutnya melalui pemilihan di dalam rapat anggota. Pengurus sebagai pemegang kuasa rapat anggota diangkat untuk masa jabatan paling lama lima tahun.
3. Pengawas
Pengawas koperasi dipilih oleh para anggota koperasi dalam rapat anggota. Pengawas bertanggung jawab kepada anggota.
Sementara itu, pengawas harus merahasiakan hasil pengawasannya terhadap pihak ketiga. Selain itu , pengawas koperasi dapat meminta jasa audit lainnya sesuai keperluan koperasi.

sumber : wikipedia.com & yahoo.koperasi.com

yayasan

YAYASAN
Yayasan adalah badan hukum yang tidak mempunyai anggota yang dikelola oleh pengurus dan didirikan untuk tujuan sosial. Disebutkan juga dalam UU No 16 tahun 2001, yayasan meerupakan suatu “badan hukum” dan untuk dapat menjadi badan hukum wajib memenuhi criteria dan persyaratan tertentu.
1. Yayasan terdiri atas kekayaan yang terpisahkan
2. Kekayaan yayasan diperuntukkan untuk mencapai tujuan yayasan
3. Yayasan mempunyai tujuan tertentu dibidang sosial, keagamaan, dan kemanusiaan
4. yayasan tidak mempunyai anggota
Yayasan adalah badan hukum yang tidak mempunyai anggota yang dikelola oleh pengurus dan didirikan untuk tujuan social. Disebutkan juga dalam undang-undang nomor 16 tahun 2001, yayasan merupakan suatu “ badan hukum “ dan untuk dapat menjadikan badan hukum wajib memenuhi criteria dan persyaratan tertentu, yaitu :
1. yayasan terdiri atas persyaratan yang terpisah;
2. kekayaan yayasan diperuntukan untuk mencapai tujuan yayasan;
3. yayasan mempunyai tujuan tertentu di bidang social, keagamaan, dan kemanusiaan;
4. yayasan tidak mempunyai anggota.

Dengan kata lain, pada dasarnya pembentukan yayasan dapat didirikan oleh satu orang atau lebih serta satu badan hukum atau lebih.
Berdasarkan pasal 10 ayat 1 diberikan kemungkinan bagi pendiri yayasan untuk diwakili kepada orang lain berdasarkan surat kuasa. Pemberian kuasa tersebut dimaksudkan karena pada prinsipnya si pendiri harus hadir pada saat pembuatan akta pendirian ia dapat diwakili oleh orang lain dengan membuat dan memberikan surat kuasa yang sah.
Selain itu, dalam akta pendirian suatu yayasan harus memnuat hal-hal, seperti
1. anggaran dasar; dan
2. keterangan-keterangan lain yang dianggap perlu ( sekurang-kurangnya memuat keterangan mengenai pendiri, Pembina, pengurus, dan pengawas yayasan yang meliputi nama, alamat, pekerjaan, tempat dan tanggal lahir, serta kewarganegaraan ).
Sementara itu, dalam menjalankan kegiatan usahanya yayasan dibina, diurus, dan diawasi oleh organ yayasan, yang termasuk sebagai organ yayasan adalah Pembina dan pengurus.

a. Pembina
Adalah organ yayasan yang mempunyai kewenangan dan memegang kekuasaan tertinggi. Kewenangan ini tidak diberikan kepada pengurus ataupun pengawas yang meliputi antara lain :
1. keputusan mengenai perubahan anggaran dasar yayasan;
2. pengangkatan dan pemberhentian anggota pengurus dan anggota pengawas;
3. penetapan kebijakan umum yayaysan yang berdasarkan anggaran dasar yayasan;
4. pengesahan program kerja dan rancangan anggaran tahunan yayasan;
5. penetapan keputusan mengenai penggabungan atau pembubaran yayasan.
Sementara itu, kebijakan umum yang diambil oleh Pembina yayasan haruslah mengacu pada anggaran dasar yayasan, termasuk kebijakan khusus, sedangkan yang dapat diangkat sebagi anggota pembina adalah :
1. orang perseorangan sebagi pendiri yayasan;
2. mereka yang berdasarkan keputusan rapat anggota Pembina dinilai mempunyai dedikasi yang tinggi untuk maksud dan tujuan yayasan.
b. Pengurus
Adalah organ yayasan yang melaksanakan kepengurusan yayasan. Pengurus adalah orang perseorangan yang mampu melakukan perbuatan hukum dan diangkat oleh Pembina berdasarkan keputusan rapat Pembina.
Denagn demikian, susunan pengurus sekurang-kurang terdiri dari :
1. seorang ketua ;
2. seorang seretaris;
3. seoprang bendahara.
Sementara itu pengurus berhak mewakili yayasan baik di dalam maupun di luar pengadilan. Hak untuk mewakili yayasan tersebut sudah ada kaitannya dengan tugas-tugas pengurus yayasan sebagai pelaksana kepengurusan yayasan.


Sumber : Wikipedia.com & google.com

Perbandingan antara Perundingan, Arbitrase, dan Ligitasi

Perbandingan antara Perundingan, Arbitrase, dan Ligitasi
a. Negosiasi atau perundingan
Negosiasi adalah cara penyelesaian sengketa dimana para pihak yang bersengketa saling melakukan kompromi untuk menyuarakan kepentingannya. Dengan cara kompromi tersebut diharapkan akan tercipta win-win solution dan akan mengakhiri sengketa tersebut secara baik.
b. Litigasi adalah sistem penyelesaian sengketa melalui lembaga peradilan. Sengketa yang terjadi dan diperiksa melalui jalur litigasi akan diperiksa dan diputus oleh hakim. Melalui sistem ini tidak mungkin akan dicapai sebuah win-win solution (solusi yang memperhatikan kedua belah pihak) karena hakim harus menjatuhkan putusan dimana salah satu pihak akan menjadi pihak yang menang dan pihak lain menjadi pihak yang kalah. Kebaikan dari sistem ini adalah:
1. Ruang lingkup pemeriksaannya yang lebih luas (karena sistem peradilan di Indonesia terbagi menjadi beberapa bagian yaitu peradilan umum, peradilan agama, peradilan militer dan peradilan Tata Usaha Negara sehingga hampir semua jenis sengketa dapat diperiksa melalui jalur ini)
2. Biaya yang relatif lebih murah (Salah satu azas peradilan Indonesia adalah Sederhana, Cepat dan Murah)
Sedangkan kelemahan dari sistem ini adalah:
1. Kurangnya kepastian hukum (karena terdapat hierarki pengadilan di Indonesia yaitu Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi dan Mahkamah Agung dimana jika Pengadilan Negeri memberikan putusan yang tidak memuaskan salah satu pihak, pihak tersebut dapat melakukan upaya hukum banding ke Pengadilan Tinggi atau kasasi ke Mahkamah Agung sehingga butuh waktu yang relatif lama agar bisa berkekuatan hukum tetap)
2. Hakim yang “awam” (pada dasarnya hakim harus paham terhadap semua jenis hukum. namun jika sengketa yang terjadi terjadi pada bidang yang tidak dikuasai oleh hakim, maka hakim tersebut harus belajar lagi. Hal ini dikarenakan para pihak tidak bisa memilih hakim yang akan memeriksa perkara. Tentunya hal ini akan mempersulit penyusunan putusan yang adil sesuai dengan bidang sengketa. Hakim juga tidak boleh menolak untuk memeriksa suatu perkara karena hukumnya tidak ada atau tidak jelas. Jadi tidak boleh ada hakim yang menolak perkara. apalagi hanya karena dia tidak menguasai bidang sengketa tersebut.)
Berdasarkan konsekuensi bahwa putusan hakim akan memenangkan salah satu pihak dan mengalahkan pihak yang lain, maka berdasarkan hukum acara perdata di Indonesia Hakim wajib memerintahkan para pihak untuk melaksanakan mediasi (nanti akan dibahas lebih lanjut) untuk mendamaikan para pihak. Jika tidak dicapai perdamaian maka pemeriksaan perkara akan dilanjutkan. Meskipun pemeriksaan perkara dilanjutkan kesempatan untuk melakukan perdamaian bagi para pihak tetap terbuka (dan hakim harus tetap memberikannya meskipun putusan telah disusun dan siap untuk dibacakan). Jika para pihak sepakat untuk berdamai, hakim membuat akta perdamaian (acte van daading) yang pada intinya berisi para pihak harus menaati akta perdamaian tersebut dan tidak dapat mengajukan lagi perkara tersebut ke pengadilan. Jika perkara yang sama tersebut tetap diajukan ke pengadilan maka perkara tersebut akan ditolak dengan alasan ne bis in idem (perkara yang sama tidak boleh diperkarakan 2 kali) karena akta perdamaian tersebut berkekuatan sama dengan putusan yang final dan mengikat (tidak dapat diajukan upaya hukum).
c.Arbitrase
Arbitrase adalah cara penyelesaian sengketa yang mirip dengan litigasi, hanya saja litigasi ini bisa dikatakan sebagai “litigasi swasta” Dimana yang memeriksa perkara tersebut bukanlah hakim tetapi seorang arbiter. Untuk dapat menempuh prosesi arbitrase hal pokok yang harus ada adalah “klausula arbitrase” di dalam perjanjian yang dibuat sebelum timbul sengketa akibat perjanjian tersebut, atau “Perjanjian Arbitrase” dalam hal sengketa tersebut sudah timbul namun tidak ada klausula arbitrase dalam perjanjian sebelumnya. Klausula arbitrase atau perjanjian arbitrase tersebut berisi bahwa para pihak akan menyelesaikan sengketa melalui arbitrase sehingga menggugurkan kewajiban pengadilan untuk memeriksa perkara tersebut. Jika perkara tersebut tetap diajukan ke Pengadilan maka pengadilan wajib menolak karena perkara tersebut sudah berada di luar kompetensi pengadilan tersebut akibat adanya klausula arbitrase atau perjanjian arbitrase. Beberapa keunggulan arbitrase dibandingkan litigasi antara lain:
1. Arbitrase relatif lebih terpercaya karena Arbiter dipilih oleh para pihak yang bersengketa. Arbiter dipilih oleh para pihak sendiri dan merupakan jabatan yang tidak boleh dirangkap oleh pejabat peradilan manapun. Dalam hal para pihak tidak bersepakat dalam menentukan arbiter maka arbiter akan ditunjuk oleh ketua Pengadilan Negeri. Hal ini berbeda dengan litigasi karena para pihak tidak dapat memilih hakim yang memeriksa perkara. Calon arbiter yang ditunjuk juga boleh menolak penunjukan tersebut.
2. Arbiter merupakan orang yang ahli di bidangnya sehingga putusan yang dihasilkan akan lebih cermat. Dalam Undang-undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa dinyatakan bahwa salah satu syarat untuk menjadi arbiter adalah berpengalaman aktif di bidangnya selama 15 tahun. Hal ini tentunya berbeda dengan hakim yang mungkin saja tidak menguasai bidang yang disengketakan sehingga harus belajar bidang tersebut sebelum memeriksa perkara.
3. Kepastian Hukum lebih terjamin karena putusan arbitrase bersifat final dan mengikat para pihak. Pihak yang tidak puas dengan putusan arbitrase tidak dapat mengajukan upaya hukum. namun putusan tersebut dapat dibatalkan jika terjadi hal-hal tertentu seperti dinyatakan palsunya bukti-bukti yang dipakai dalam pemeriksaan setelah putusan tersebut dijatuhkan atau putusan tersebut dibuat dengan itikad tidak baik dari arbiter.
Sedangkan kelemahannya antara lain:
1. Biaya yang relatif mahal karena honorarium arbiter juga harus ditanggung para pihak (atau pihak yang kalah)
2. Putusan Arbitrase tidak mempunyai kekuatan eksekutorial sebelum didaftarkan ke Pengadilan Negeri.
3. Ruang lingkup arbitrase yang terbatas hanya pada sengketa bidang komersial (perdagangan, ekspor-impor, pasar modal, dan sebagainya)
sumber ; www.wikipedia.com
www.artikel.com

Arbitrase

ARBITRASE
Definisi arbitrase menurut berbagai sumber.
Meskipun arbitrase sudah ada dan dipraktekkan selama berabad-abad (bahkan pertama kali dperkenalkan oleh masyarakat Yunani sebelum masehi). Namun, sampai sekarang definisi pasti mengenai apa itu arbitrase masih saja ditemui begitu banyaknya perbedaan pendapat. Perbedaan pendapat tersebut tidak sampai menghilangkan makna arbitrase sebagai alternatif penyelesaian sengketa melainkan justru memberikan konsep yang berbeda-beda mengenai arbitrase. Sebagai referensinya, saya mencoba memberikan beberapa definisi dari para sarjana di Indonesia dan berbagai sumber. Semoga bermanfaat.

Secara harfiah, perkataan arbitrase adalah berasal dari kata arbitrare (Latin) yang berarti kekuasaan untuk menyelesaikan sesuatu menurut kebijaksanaan. Definisi secara terminologi dikemukakan berbeda-beda oleh para sarjana saat ini walaupun pada akhirnya mempunyai inti makna yang sama.
Subekti menyatakan bahwa arbitrase adalah penyelesaian atau pemutusan sengketa oleh seorang hakim atau para hakim berdasarkan persetujuan bahwa para pihak akan tunduk pada atau menaati keputusan yang diberikan oleh hakim yang mereka pilih.
H. Priyatna Abdurrasyid menyatakan bahwa arbitrase adalah suatu proses pemeriksaan suatu sengketa yang dilakukan secara yudisial seperti oleh para pihak yang bersengketa, dan pemecahannya akan didasarkan kepada bukti-bukti yang diajukan oleh para pihak.
H.M.N. Purwosutjipto menggunakan istilah perwasitan untuk arbitrase yang diartikan sebagai suatu peradilan perdamaian, di mana para pihak bersepakat agar perselisihan mereka tentang hak pribadi yang dapat mereka kuasai sepenuhnya diperiksa dan diadili oleh hakim yang tidak memihak yang ditunjuk oleh para pihak sendiri dan putusannya mengikat bagi keduabelah pihak.
Pada dasarnya arbitrase adalah suatu bentuk khusus Pengadilan. Poin penting yang membedakan Pengadilan dan arbitrase adalah bila jalur Pengadilan (judicial settlement) menggunakan satu peradilan permanen atau standing court, sedangkan arbitrase menggunakan forum tribunal yang dibentuk khusus untuk kegiatan tersebut. Dalam arbitrase, arbitrator bertindak sebagai “hakim” dalam mahkamah arbitrase, sebagaimana hakim permanen, walaupun hanya untuk kasus yang sedang ditangani.
Menurut Frank Elkoury dan Edna Elkoury, arbitrase adalah suatu proses yang mudah atau simple yang dipilih oleh para pihak secara sukarela yang ingin agar perkaranya diputus oleh juru pisah yang netral sesuai dengan pilihan mereka di mana keputusan berdasarkan dalil-dalil dalam perkara tersebut. Para pihak setuju sejak semula untuk menerima putusan tersebut secara final dan mengikat.
Di Indonesia, perangkat aturan mengenai arbitrase yakni UU No. 30 tahun 1999 mendefinisikan arbitrase sebagai cara penyelesaian sengketa perdata di luar peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa.
Black’s Law Dictionary juga memberikan definisi arbitrase sebagai a method of dispute resolution involving one or more neutral third parties who are usually agreed to by the disputing parties and whose decision is binding.
Berbagai pengertian arbitrase yang diberikan di atas terdapat beberapa unsur kesamaan, yaitu:
1. Adanya kesepakatan untuk menyerahkan penyelesaian sengketa-sengketa, baik yang akan terjadi maupun telah terjadi kepada seorang atau beberapa orang pihak ketiga di luar peradilan umum untuk diputuskan;
2. Penyelesaian sengketa yang bisa diselesaikan adalah sengketa yang menyangkut hak pribadi yang dapat dikuasai sepenuhnya, khususnya di sini dalam bidang perdagangan industri dan keuangan; dan
3. Putusan tersebut meupakan putusan akhir dan mengikat (final and binding).
Referensi:
1. Subekti, Arbitrase Perdagangan, Bina Cipta, Bandung, 1992, hlm.1.
2. H. Priyatna Abdurrasyid, Penyelesaian Sengketa Komersial (Nasional dan Internasional) di luar Pengadilan, Makalah, September 1996, hlm.1.
3. H.M.N. Poerwosutjipto, Pokok-pokok Hukum Dagang, Perwasitan, Kepailitan dan Penundaan Pembayaran, Cetakan III, Djambatan, Jakarta, 1992, hlm.1.

Mediasi

MEDIASI
Perselisihan. Argumentasi. Pertentangan. Anda berharap Anda bisa menjalankan bisnis Anda tanpa mereka. Tapi sesulit apapun Anda mencoba, masalah selalu datang menghampiri.

Tapi bagaimana jika Anda bisa merubah gangguan ini menjadi keuntungan? Daripada memakan waktu dan mahalnya pengadilan yang membiarkan setiap orang tidak gembira, bagaimana jika Anda bisa menangani pertentangan dengan cara yang bisa memperkuat daripada melemahkan suatu hubungan?

Di seluruh dunia, bisnis yang kecewa dengan biaya dan ketidakpastian sistem hukum beralilh ke mediasi. Tidak seperti umumnya, proses persidangan yang mengecewakan, mediasi bersifat pribadi, prosedur yang fleksibel dimana profesional terlatih membantu para pihak dalam mencapai kesepakatan yang berguna untuk kedua belah pihak. Solusi yang menguntungkan kedua belah pihak.

Dibandingkan dengan pengadilan, mediasi lebih fleksibel, efektif biaya , pribadi dan efisien daripada proses pengadilan umum. Meskipun semua perkara tidak cocok dengan mediasi, kebanyakan, dan tidak mengherankan dengan yang ada di seluruh dunia, lebih dari 80% dari semua permasalahan yang mengarah pada mediasi berhasil diselesaikan.

Ini tidak begitu mengejutkan,waktu itu, mediasi merupakan salah satu metode yang berkembang dengan cepat dalam menyelesaikan masalah, seperti bisnis yang menemukan fleksibilitas dan keefektifannya yang berarti lebih cepat, , lebih efektif dan kurangnya kerugian dalam penyelesaian perselisihan.

http://www.pmn.or.id/id/mediasi.html

HAL-HAL YANG WAJIB DIDAFTARKAN DALAM WAJIB DAFTAR PERUSAHAAN

HAL-HAL YANG WAJIB DIDAFTARKAN

Hal-hal yang Wajib Didaftarkan
Hal-hal yang wajib didaftarkan itu tergantung pada bentuk perusahaan, seperti ; perseroan terbatas, koperasi, persekutuan atau perseorangan. Perbedaan itu terbawa oleh perbedaan bentuk perusahaan.
Bapak H.M.N. Purwosutjipto, S.H memberi contoh apa saja yang yang wajib didaftarkan bagi suatu perusahaan berbentuk perseroan terbatas sebagai berikut :
A. Umum

1. nama perseroan
2. merek perusahaan
3. tanggal pendirian perusahaan
4. jangka waktu berdirinya perusahaan
5. kegiatan pokok dan kegiatan lain dari kegiatan usaha perseroan
6. izin-izin usaha yang dimiliki
7. alamat perusahaan pada waktu didirikan dan perubahan selanjutnya
8. alamat setiap kantor cabang, kantor pembantu, agen serta perwakilan perseroan.

B. Mengenai Pengurus dan Komisaris

1. nama lengkap dengan alias-aliasnya
2. setiap namanya dahulu apabila berlainan dengan nama sekarang
3. nomor dan tanggal tanda bukti diri
4. alamat tempat tinggal yang tetap
5. alamat dan tempat tinggal yang tetap, apabila tidak bertempat tinggal Indonesia
6. Tempat dan tanggal lahir
7. negara tempat tanggal lahir, bila dilahirkan di luar wilayah negara RI
8. kewarganegaran pada saat pendaftaran
9. setiap kewarganegaraan dahulu apabila berlainan dengan yang sekarang
10. tanda tangan
11. tanggal mulai menduduki jabatan

C. Kegiatan Usaha Lain-lain Oleh Setiap Pengurus dan Komisaris

1. modal dasar
2. banyaknya dan nilai nominal masing-masing saham
3. besarnya modal yang ditempatkan
4. besarnya modal yang disetor
5. tanggal dimulainya kegiatan usaha
6. tanggal dan nomor pengesahan badan hukum
7. tanggal pengajuan permintaan pendaftaran

D. Mengenai Setiap Pemegang Saham

1. nama lengkap dan alias-aliasnya
2. setiap namanya dulu bila berlainan dengan yang sekarang
3. nomor dan tanggal tanda bukti diri
4. alamat tempat tinggal yang tetap
5. alamat dan negara tempat tinggal yang tetap bila tidak bertempat tinggal di Indonesia
6. tempat dan tanggal lahir
7. negara tempat lahir, jika dilahirkan di luar wilayah negara R.I
8. Kewarganegaraan
9. jumlah saham yang dimiliki
10. jumlah uang yang disetorkan atas tiap saham.

E. Akta Pendirian Perseroan
Pada waktu mendaftarkan, pengurus wajib menyerahkan salinan resmi akta pendirian perseroan.

SUMBER : WIKIPEDIA.com & google.com

CARA.TEMPAT,DAN WAKTU DALAM WAJIB DAFTAR PERUSAHAAN

CARA.TEMPAT,DAN WAKTU

Cara dan Tempat serta Waktu Pendaftaran
Menurut Pasal 9 :
a. Pendaftaran dilakukan dengan cara mengisi formulir pendaftaran yang ditetapkan oleh Menteri pada kantor tempat pendaftaran perusahaan.
b. Penyerahan formulir pendaftaran dilakukan pada kantor pendaftaran perusahaan, yaitu :
1. di tempat kedudukan kantor perusahaan;
2. di tempat kedudukan setiap kantor cabang, kantor pembantu perusahaan atau kantor anak perusahaan;
3. di tempat kedudukan setiap kantor agen dan perwakilan perusahaan yang mempunyai wewenang untuk mengadakan perjanjian.
c. Dalam hal suatu perusahaan tidak dapat didaftarkan sebagaimana dimaksud dalam ayat b pasal ini, pendaftaran dilakukan pada kantor pendaftaran perusahaan di Ibukota Propinsi tempat kedudukannya.
Pendaftaran wajib dilakukan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan setelah perusahaan mulai menjalankan usahanya. Sesuatu perusahaan dianggap mulai menjalankan usahanya pada saat menerima izin usaha dari instansi teknis yang berwenang ( Pasal 10 ).

SUMBER : yahoo.com & wikipedia.com

kewajiban pendaftaran wajib daftar perusahaan

KEWAJIBAN PENDAFTARAN

. Kewajiban Pendaftarannya
a. Setiap perusahaan wajib didaftarkan dalam Daftar Perusahaan.

b. Pendaftaran wajib dilakukan oleh pemilik atau pengurus perusahaan yang bersangkutan atau dapat diwakilkan kepada orang lain dengan memberikan surat kuasa yang sah.

c. Apabila perusahaan dimiliki oleh beberapa orang, para pemilik berkewajiban untuk melakukan pendaftaran. Apabila salah seorang daripada mereka telah memenuhi kewajibannya, yang lain dibebaskan daripada kewajiban tersebut.

d. Apabila pemilik dan atau pengurus dari suatu perusahaan yang berkedudukan di wilayah Negara Republik Indonesia tidak bertempat tinggal di wilayah Negara Republik Indonesia, pengurus atau kuasa yang ditugaskan memegang pimpinan perusahaan berkewajiban untuk mendaftarkan ( Pasal 5 ).

SUMBER : e-book.com & google.com

tujuan dan sifat wajib daftar perusahaan

TUJUAN DAN SIFAT WAJIB DAFTAR PERUSAHAAN

Daftar Perusahaan bertujuan mencatat bahan-bahan keterangan yang dibuat secara benar dari suatu perusahaan dan merupakan sumber informasi resmi untuk semua pihak yang berkepentingan mengenai identitas, data, serta keterangan lainnya tentang perusahaan yang tercantum dalam Daftar Perusahaan dalam rangka menjamin kepastian berusaha ( Pasal 2 ).
Tujuan daftar perusahaan :
· Mencatat secara benar-benar keterangan suatu perusahaan meliputi identitas, data serta keterangan lain tentang perusahaan.
· 1. )Menyediakan informasi resmi untuk semua pihak yangberkepentingan.
· 2.) Menjamin kepastian berusaha bagi dunia usaha.
3.) Menciptakan iklim dunia usaha yang sehat bagi dunia usaha.
· 4.) Terciptanya transparansi dalam kegiatan dunia usaha.
Daftar Perusahaan bersifat terbuka untuk semua pihak. Yang dimaksud dengan sifat terbuka adalah bahwa Daftar Perusahaan itu dapat dipergunakan oleh pihak ketiga sebagai sumber informasi ( Pasal 3 ).
Tujuan Wajib Daftar Perusahaan
Maksud diadakannya usaha pendaftaran perusahaan ialah tidak hanya untuk mencegah agar supaya khalayak ramai terhadap suatu nama perusahaan mendapatkan suatu gambaran yang keliru mengenai perusahaan yang bersangkutan, tetapi terutama untuk mencegah timbulnya gambaran sedemikian rupa sehingga pada umumnya gambaran itu mempengaruhi terjadinya perbuatan-perbuatan ekonomis pihak-pihaik yang berminat mengadakan perjanjian
Sifat Wajib Daftar Perusahaan
Wajib Daftar Perusahaan bersifat terbuka. Maksudnya ialah bahwa Daftar Perusahaan itu dapat dipergunakan oleh pihak ketiga sebagai sumber informasi. Setiap orang yang berkepentingan dapat memperoleh salinan atau petikan resmi dari keterangan yang tercantum dalam Daftar Perusahaan tertentu, setelah membayar biaya administrasi yang ditetapkan oleh Menteri Perdagangan.

SUMBER :google.com & e-book.com

KETENTUAN UMUM WAJIB DAFTAR PERUSAHAAN

KETENTUAN UMUM WAJIB DAFTAR PERUSAHAAN

Dalam Pasal 1 UU Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan, ketentuan-ketentuan umum yang wajib dipenuhi dalam wajib daftar perusahaan adalah :
a. Daftar Perusahaan adalah daftar catatan resmi yang diadakan menurut atau berdasarkan ketentuan Undang-undang ini dan atau peraturan-peraturan pelaksanaannya, dan memuat hal-hal yang wajib didaftarkan oleh setiap perusahaan serta disahkan oleh pejabat yang berwenang dari kantor pendaftaran perusahaan;
Daftar catatan resmi terdiri formulir-formulir yang memuat catatan lengkap mengenai hal-hal yang wajib didaftarkan;
b. Perusahaan adalah setiap bentuk usaha yang menjalankan setiap jenis usaha yang bersifat tetap dan terus menerus dan yang didirikan, bekerja serta berkedudukan dalam wilayah Negara Republik Indonesia, untuk tujuan memperoleh keuntungan dan atau laba;
Termasuk juga perusahaan-perusahaan yang dimiliki atau bernaung dibawah lembaga-lembaga sosial, misalnya, yayasan.
c. Pengusaha adalah setiap orang perseorangan atau persekutuan atau badan hukum yang menjalankan sesuatu jenis perusahaan;
Dalam hal pengusaha perseorangan, pemilik perusahaan adalah pengusaha yang bersangkutan.
d. Usaha adalah setiap tindakan, perbuatan atau kegiatan apapun dalam bidang perekonomian, yang dilakukan oleh setiap pengusaha untuk tujuan memperoleh keuntungan dan atau laba;
e. Menteri adalah Menteri yang bertanggungjawab dalam bidang perdagangan.


sumber : wikipedia,com & e-book.com

wajib daftar perusahaan

WAJIB DAFTAR PERUSAHAAN

A. Dasar Pertimbangan Wajib Daftar Perusahaana.
Wajib daftar perusahaan secara sepintas tampaknya adalah hanya masalah teknis administratif. Namun demikian pendaftaran atau daftar perusahaan merupakan hal yang sangat penting.
Pada dasarnya ada 3 pihak yang memperoleh manfaat dari daftar perusahaan tersebut, yaitu:
1) Pemerintah
2) Dunia Usaha
3) Pihak lain yang berkepentingan
Selain itu daftar perusahaan penting sebagai alat pembuktian yang sempurna atau ontentik.Adapun dasar pertimbangan wajib daftar perusaahn yg lain adalah:
a.Kemajuan dan peningkatan pembangunan nasional pada umumnya dan perkembangan kegiatan ekonomi pada khususnya yang menyebabkan pula berkembangnya dunia usaha dan perusahaan, memerlukan adanya Daftar Perusahaan yang merupakan sumber informasi resmi untuk semua pihak yang berkepentingan mengenai identitas dan hal-hal yang menyangkut dunia usaha dan perusahaan yang didirikan, bekerja serta berkedudukan di wilayah Negara Republik Indonesia,
b. Adanya Daftar Perusahaan itu penting untuk Pemerintah guna melakukan pembinaan, pengarahan, pengawasan dan menciptakan iklim dunia usaha yang sehat karena Daftar Perusahaan mencatat bahan-bahan keterangan yang dibuat secara benar dari setiap kegiatan usaha sehingga dapat lebih menjamin perkembangan dan kepastian berusaha bagi dunia usaha,
c. Bahwa sehubungan dengan hal-hal tersebut di atas perlu adanya Undang-undang tentang Wajib Daftar Perusahaan.

SUMBER: wikipedia,com & google.com

NEGOSIASI

Negosiasi
Negosiasi adalah sebuah bentuk interaksi sosial saat pihak - pihak yang terlibat berusaha untuk saling menyelesaikan tujuan yang berbeda dan bertentangan.[1] Menurut kamus Oxford, negosiasi adalah suatu cara untuk mencapai suatu kesepakatan melalui diskusi formal.[2]
Negosiasi merupakan suatu proses saat dua pihak mencapai perjanjian yang dapat memenuhi kepuasan semua pihak yang berkepentingan dengan elemen-elemen kerjasama dan kompetisi.[3]Termasuk di dalamnya, tindakan yang dilakukan ketika berkomunikasi, kerjasama atau memengaruhi orang lain dengan tujuan tertentu.[3] Contoh kasus mengenai negosiasi, seperti Christopher Columbus meyakinkan Ratu Elizabeth untuk membiayai ekspedisinya saat Inggris dalam perang besar yang memakan banyak biaya[4] atau sengketa Pulau Sipadan-Ligitan - pulau yang berada di perbatasa Indonesia dengan Malaysia - antara Indonesia dengan Malaysia[5]

Negosiasi dan lobi
Dalam advokasi terdapat dua bentuk, yaitu formal dan informal. Bentuk formalnya,negosiasi sedangkan bentuk informalnya disebut lobi.[6] Proses lobi tidak terikat oleh waktu dan tempat, serta dapat dilakukan secara terus-menerus dalam jangka waktu panjang sedangkan negosiasi tidak, negosiasi terikat oleh waktu dan tempat.[6]
Kemampuan-kemampuan dasar bernegosiasi
Faktor yang paling berpengaruh dalam negosiasi adalah filosofi yang menginformasikan bahwa masing-masing pihak yang terlibat.[7] Ini adalah kesepakatan dasar kita bahwa "semua orang menang", filsafat ini menjadi dasar setiap negosiasi.[7] Kunci untuk mengembangkan filsafat supaya "semua orang menang" adalah dengan mempertimbangkan setiap aspek negosiasi dari sudut pandang pada pihak lain dan pihak negosiator.[7]
Keterampilan - keterampilan dasar
Berikut ini, adalah keterampilan -keterampilan dasar dalam bernegosiasi :[8]
1. Ketajaman pikiran / kelihaian
2. Sabar
3. Kemampuan beradaptasi
4. Daya tahan
5. Kemampuan bersosialisasi
6. Konsentrasi
7. Kemampuan berartikulasi
8. Memiliki selera humor
Taktik - taktik umum digunakan
Taktik memiliki beberapa tujuan. Taktik akan membantu untuk melihat permasalahan sebenarnya yang sedang diperdebatkan di meja perundingan.[9] Taktik juga dapat menguraikan kemandekan.[9] Dan, dapat membantu untuk melihat dan melindungi diri dari kebohongona negosiator.[9] Berikut ini, sembilan strategi negosiasi yang dapat digunakan dan dihindari :[9][10]

• Mengeryit ( The Wince )
Taktik ini dikenal juga dengan istilah Terkejut ( Flinch ) merupakan reaksi negatif terhadap tawaran seseorang. Dengan kata lain, bertindak terkejut saat negosiasi yang diadakan pihak negosiator berjalan dengan keinginan pihak lain.
• Berdiam ( The Silence )
Jika Anda tidak menyukai apa kata seseorang, atau jika Anda baru saja membuat tawaran dan Anda sedang menunggu jawaban, diam bisa menjadi pilihan terbaik Anda. Kebanyakan orang tidak bisa bertahan dalam kesunyian panjang ( " Dead Air Time" ). Mereka menjadi tidak nyaman jika tidak ada percakapan untuk mengisi kekosongan antara Anda dan pihak lain. Biasanya, pihak lain akan merespon dengan konsesi atau memberikan kelonggaran.
• Ikan Haring Merah ( Red Herring )
Istilah ini diambil dari kompetisi tua di Inggris, Berburu Rubah ( Fox Hunting Competition ). Dalam kompetisi ini, tim lawan akan menyeret dan membaui jejak rubah ke arah lain dengan ikan. Sehingga, anjing lawan akan terkecoh dan kehilangan jejak. Sama halnya saat negosiator membawa "ikan amis" atau isu lain ke meja perundingan untuk mengalihkan perhatian dari isu utama bahasan.
• Kelakuan Menghina ( Outrageous Behaviour )
Segala bentuk perilaku - biasanya dianggap kurang bermoral dan tidak dapat diterima oleh lingkungan- dengan tujuan memaksa pihak lain untuk setuju. Seperti pihak manajemen muak dengan tuntutan yang dianggap tidak masuk akal dan terpaksa menandatangi kontrak dengan air mata kemudian membuangnya secara ganas dan dramatis seolah - olah diliput oleh media. Tujuan dari taktik ini adalah untuk menggertak orang - orang yang terlibat dalam negosiasi.
• Yang Tertulis ( The Written Word )
Adalah persyaratan ditulis dalam perjanjian yang tidak dapat diganggu gugat. Perjanjian, sewa guna usaha ( leasing ), atau harga di atas pahatan batu dan sekarang di kertas ( uang ) adalah contoh - contoh Yang Tertulis.
• Pertukaran ( The Trade-off )
Taktik ini digunakan untuk tawar - menawar. Pertukaran hanya menawarkan konsesi, sampai semua pihak setuju dengan syarat - syarat. Sebenarnya, taktik ini dipakai untuk kompromi.
• Ultimatum ( The Ultimatum )
Penggunaan ultimatum kadang-kadang ( seldom ) efektif sebagai taktik pembuka dalam negosiasi. Namun, suatu saat dalam sebuah negosiasi yang panjang saat Anda merasa Anda perlu menggunakan taktik ini.
• Berjalan Keluar ( Walking Out )
Pada beberapa situasi, berjalan keluar dapat digunakan sebagai strategi untuk memberikan tekanan pada pihak lain.
• Kemampuan untuk Mengatakan "Tidak" ( The Ability to Say "No" )
Sebuah taktik memepang peran sangat penting dalam segala macam strategi negosiasi dan cara menyampaikannya secara tepat. Pertama dan paling dasar untuk mempelajari taktik ini adalah bahwa apa pun bila mengatakan 'tidak' secara langsung, diterjemahkan oleh pihak lain sebagai 'ya'.

Negosiasi merupakan cara penyelesaian sengketa secara damai yang cukup lama dipakai. Sampai pada permulaan abad ke-20, negosiasi menjadi satu-satunya cara yang dipakai dalam penyelesaian sengketa. Sampai saat ini cara penyelesaian melalui negosiasi biasanya adalah cara yang pertama kali ditempuh oleh para pihak yang bersengketa. Penyelesaian sengketa ini dilakukan secara langsung oleh para pihak yang bersengketa melalui dialog tanpa ada keikutsertaan dari pihak ketiga. Dalam pelaksanaannya, negosiasi memiliki dua bentuk utama, yaitu bilateral dan multilateral. Negosiasi dapat dilangsungkan melalui saluran diplomatik pada konferensi internasional atau dalam suatu lembaga atau organisasi internasional.

Dalam praktek negosiasi, ada dua bentuk prosedur yang dibedakan. Yang pertama adalah negosiasi ketika sengketa belum muncul, lebih dikenal dengan konsultasi. Dan yang kedua adalah negosiasi ketika sengketa telah lahir.

Keuntungan yang diperoleh ketika negara yang bersengketa menggunakan mekanisme negosiasi, antara lain :
(1) Para pihak memiliki kebebasan untuk menentukan penyelesaian sesuai dengan kesepakatan diantara mereka
(2) Para pihak mengawasi dan memantau secara langsung prosedur penyelesaiannya
(3) Dapat menghindari perhatian publik dan tekanan politik dalam negeri.
(4) Para pihak mencari penyelesaian yang bersifat win-win solution, sehingga dapat diterima dan memuaskan kedua belah pihak




Referensi
1. ^ (Inggris) Seng, Joo Seng; Elizabeth, Ngah-Kiing Lim. Strategies for Effective Cross – Cultural Negotiation: The FRAME Approach. 2004. Singapore. McGrawHill.hal 5 - 6.
2. ^ (Inggris)Oxford Learner's Pocket Dictionary. 3rd Ed. 2004. China. Oxford University Press.
3. ^ a b pSitus Conflictanddevelopment: Negosias.diakses pada tanggal 27 Mei 2010
4. ^ (Inggris)Kozicki, Stephen. The Creative Negotiator. 2005. New Delhi. McGrawHill. hal 47.
5. ^ Situs Mahendraputra: Upaya Penyelesaian Sengketa Indonesia - Malaysiadiakses pada tanggal 27 Mei 2010
6. ^ Kesalahan pengutipan: Tag tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernama unicef
7. ^ a b c (Inggris)Nierenberg, Juliet;Irene, S Ross. The Secrets of Successful Negotiation : Effective Strategies to Improve Your Negotiating Skills.2003.Singapore.Duncan Baird Publishers.hal 11
8. ^ (Inggris)Curry, Edmund Jeffrey. Memenangkan Negosiasi Bisnis Internasional : Merencanakan dan Mengendalikan Negosiasi Bisnis Internasional. 2002. PPM. Jakarta. Hal 3-4. isbnn979-442-128-6
9. ^ a b c d (Inggris)Dolan, Patrick John. Smart Negotiating: It’s a Done Deal. 2006. Canada. Entrepreneur Press. Hal 96-106
10. ^ (Inggris)Tribe, Diana . Essential Legal Skills: Negotiation. 1993. Great Britain. Cavendish Publishing Limited. Hal 78 – 85

pengertian perlindungan konsumen

Pengertian Perlindungan Konsumen
Pengertian Perlindungan Konsumen
Menurut pengertian Pasal 1 angka 2 UU PK, “Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga,, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.”
Perlindungan Konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberikan perlindungan kepada konsumen.
Pengertian konsumen sendiri adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.
Sesuai dengan pasal 3 Undang-undang Perlindungan Konsumen, tujuan dari Perlindungan ini adalah :
• Meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri,
• Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari ekses negatif pemakaian barang dan/atau jasa,
• Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen,
• Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi,
• Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan ini sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggungjawab dalam berusaha,
• Meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi barang dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan dan keselamatan konsumen.

http://www.anneahira.com/artikel-umum/perlindungan-konsumen.htm
wikipedia.com

pengertian sengketa

Pengertian Sengketa
Pengertian Sengketa
Pengertian sengketa dalam kamus Bahasa Indonesia, berarti pertentangan atau konflik, Konflik berarti adanya oposisi atau pertentangan antara orang-orang, kelompok-kelompok, atau organisasi-organisasi terhadap satu objek permasalahan. Senada dengan itu Winardi mengemukakan :
Pertentangan atau konflik yang terjadi antara individu-individu atau kelompok-kelompok yang mempunyai hubungan atau kepentingan yang sama atas suatu objek kepemilikan, yang menimbulkan akibat hukum antara satu dengan yang lain.

Sedangkan menurut Ali Achmad berpendapat :
Sengketa adalah pertentangan antara dua pihak atau lebih yang berawal dari persepsi yang berbeda tentang suatu kepentingan atau hak milik yang dapat menimbulkan akibat hukum bagi keduanya.

Dari kedua pendapat diatas maka dapat dikatakan bahwa sengketa adalah prilaku pertentangan antara dua orang atau lebih yang dapat menimbulkan suatu akibat hukum dan karenanya dapat diberi sangsi hukum bagi salah satu diantara keduanya

sumber: www.wikipedia.com

Sanksi dalam antimonopoli dan persaingan usaha tidak sehat

Sanksi dalam Antimonopoli dan Persaingan Usaha
Pasal 36 UU Anti Monopoli, salah satu wewenang KPPU adalah melakukan penelitian, penyelidikan dan menyimpulkan hasil penyelidikan mengenai ada tidaknya praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat. KPPU juga berwenang menjatuhkan sanksi administratif kepada pelaku usaha yang melanggar UU Anti Monopoli. Apa saja yang termasuk dalam sanksi administratif diatur dalam Pasal 47 Ayat (2) UU Anti Monopoli. Meski KPPU hanya diberikan kewenangan menjatuhkan sanksi administratif, UU Anti Monopoli juga mengatur mengenai sanksi pidana. Pasal 48 menyebutkan mengenai pidana pokok. Sementara pidana tambahan dijelaskan dalam Pasal 49.
Aturan ketentuan pidana di dalam UU Anti Monopoli menjadi aneh lantaran tidak menyebutkan secara tegas siapa yang berwenang melakukan penyelidikan atau penyidikan dalam konteks pidana.

bagian PertamaTindakan Administratif
Pasal 47
(1) Komisi berwenang menjatuhkan sanksi berupa tindakan administratif terhadap pelaku usaha yang melanggar ketentuan Undang-undang ini.
(2) Tindakan administratif sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat berupa:
a. penetapan pembatalan perjanjian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 sampai dengan Pasal 13, Pasal 15, dan Pasal 16; dan atau
b. perintah kepada pelaku usaha untuk menghentikan integrasi vertikal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14; dan atau
c. perintah kepada pelaku usaha untuk menghentikan kegiatan yang terbukti menimbulkan praktek monopoli dan atau menyebabkan persaingan usaha tidak sehat dan atau merugikan masyarakat; dan atau
d. perintah kepada pelaku usaha untuk menghentikan penyalahgunaan posisi dominan; dan atau
e. penetapan pembatalan atas penggabungan atau peleburan badan usaha dan pengambilalihan saham sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28; dan atau
f. penetapan pembayaran ganti rugi; dan atau
g. pengenaan denda serendah-rendahnya Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan setinggi-tingginya Rp 25.000.000.000,00 (dua puluh lima miliar rupiah).
Bagian KeduaPidana Pokok
Pasal 48
(1) Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 4, Pasal 9 sampai dengan Pasal 14, Pasal 16 sampai dengan Pasal 19, Pasal 25, Pasal 27, dan Pasal 28 diancam pidana denda serendah-rendahnya Rp 25.000.000.000,00 (dua puluh lima miliar rupiah) dan setinggi-tingginya Rp 100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah), atau pidana kurungan pengganti denda selama-lamanya 6 (enam) bulan.
(2) Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 5 sampai dengan Pasal 8, Pasal 15, Pasal 20 sampai dengan Pasal 24, dan Pasal 26 Undang-undang ini diancam pidana denda serendah-rendahnya Rp 5.000.000.000,00 ( lima miliar rupiah) dan setinggi-tingginya Rp 25.000.000.000,00 (dua puluh lima miliar rupiah), atau pidana kurungan pengganti denda selama-lamanya 5 (lima) bulan.
(3) Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 41 Undang-undang ini diancam pidana denda serendah-rendahnya Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan setinggi-tingginya Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah), atau pidana kurungan pengganti denda selama-lamanya 3 (tiga) bulan.
Bagian KetigaPidana Tambahan
Pasal 49
Dengan menunjuk ketentuan Pasal 10 Kitab Undang-undang Hukum Pidana, terhadap pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 48 dapat dijatuhkan pidana tambahan berupa:
a. pencabutan izin usaha; atau
b. larangan kepada pelaku usaha yang telah terbukti melakukan pelanggaran terhadap undang-undang ini untuk menduduki jabatan direksi atau komisaris sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun dan selama-lamanya 5 (lima) tahun; atau
c. penghentian kegiatan atau tindakan tertentu yang menyebabkan timbulnya kerugian pada pihak lain.

Referensi:
http://undang-undang-anti-monopoli.html

Sumber; www.artikel.com

komisi pengawas persaingan usaha (KPPU)

Komisi Pengawasan Persaingan Usaha
Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) adalah sebuah lembaga independen di Indonesia yang dibentuk untuk memenuhi amanat Undang-Undang no. 5 tahun 1999 tentang larangan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.
KPPU menjalankan tugas untuk mengawasi tiga hal pada UU tersebut:
1. Perjanjian yang dilarang, yaitu melakukan perjanjian dengan pihak lain untuk secara bersama-sama mengontrol produksi dan/atau pemasaran barang dan/atau jasa yang dapat menyebabkan praktek monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat seperti perjanjian penetapan harga, diskriminasi harga, boikot, perjanjian tertutup, oligopoli, predatory pricing, pembagian wilayah, kartel, trust (persekutuan), dan perjanjian dengan pihak luar negeri yang dapat menyebabkan persaingan usaha tidak sehat.
2. Kegiatan yang dilarang, yaitu melakukan kontrol produksi dan/atau pemasaran melalui pengaturan pasokan, pengaturan pasar yang dapat menyebabkan praktek monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat.
3. Posisi dominan, pelaku usaha yang menyalahgunakan posisi dominan yang dimilikinya untuk membatasi pasar, menghalangi hak-hak konsumen, atau menghambat bisnis pelaku usaha lain.

Dalam pembuktian, KPPU menggunakan unsur pembuktian per se illegal, yaitu sekedar membuktikan ada tidaknya perbuatan, dan pembuktian rule of reason, yang selain

Keberadaan KPPU diharapkan menjamin hal-hal berikut di masyarakat:
1. Konsumen tidak lagi menjadi korban posisi produsen sebagai price taker
2. Keragaman produk dan harga dapat memudahkan konsumen menentukan pilihan.
3. Efisiensi alokasi sumber daya alam
4. Konsumen tidak lagi diperdaya dengan harga tinggi tetapi kualitas seadanya, yang lazim ditemui pada pasar monopoli
5. Kebutuhan konsumen dapat dipenuhi karena produsen telah meningkatkan kualitas dan layanannya
6. Menjadikan harga barang dan jasa ideal, secara kualitas maupun biaya produksi
7. Membuka pasar sehingga kesempatan bagi pelaku usaha menjadi lebih banyak
8. Menciptakan inovasi dalam perusahaan


Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU)
Bagian PertamaStatus
Pasal 30
(1) Untuk mengawasi pelaksanaan Undang-undang ini dibentuk Komisi Pengawas Persaingan Usaha yang selanjutnya disebut Komisi.
(2) Komisi adalah suatu lembaga independen yang terlepas dari pengaruh dan kekuasaan Pemerintah serta pihak lain.
(3) Komisi bertanggung jawab kepada Presiden.
Bagian KeduaKeanggotaan
Pasal 31
(1) Komisi terdiri atas seorang Ketua merangkap anggota, seorang Wakil Ketua merangkap anggota, dan sekurang-kurangnya 7 (tujuh) orang anggota.
(2) Anggota Komisi diangkat dan diberhentikan oleh Presiden atas persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.
(3) Masa jabatan anggota Komisi adalah 5 (lima) tahun dan dapat diangkat kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan berikutnya.
(4) Apabila karena berakhirnya masa jabatan akan terjadi kekosongan dalam keanggotaan Komisi, maka masa jabatan anggota dapat diperpanjang sampai pengangkatan anggota baru.
Pasal 32
Persyaratan keanggotaan Komisi adalah:
1. warga negara Republik Indonesia, berusia sekurang-kurangnya 30 (tiga puluh) tahun dan setinggi-tingginya 60 (enam puluh) tahun pada saat pengangkatan;
2. setia kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945;
3. beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
4. jujur, adil, dan berkelakuan baik;
5. bertempat tinggal di wilayah negara Republik Indonesia;
6. berpengalaman dalam bidang usaha atau mempunyai pengetahuan dan keahlian di bidang hukum dan atau ekonomi;
7. tidak pernah dipidana;
8. tidak pernah dinyatakan pailit oleh pengadilan; dan
9. tidak terafiliasi dengan suatu badan usaha.
Psaal 33
Keanggotaan Komisi berhenti, karena :
a. meninggal dunia;
b. mengundurkan diri atas permintaan sendiri;
c. bertempat tinggal di luar wilayah negara Republik Indonesia;
d. sakit jasmani atau rohani terus menerus;
e. berakhirnya masa jabatan keanggotaan Komisi; atau
f. diberhentikan.
Pasal 34
(1) Pembentukan Komisi serta susunan organisasi, tugas, dan fungsinya ditetapkan dengan Keputusan Presiden.
(2) Untuk kelancaran pelaksanaan tugas, Komisi dibantu oleh sekretariat.
(3) Komisi dapat membentuk kelompok kerja.
(4) Ketentuan mengenai susunan organisasi, tugas, dan fungsi sekretariat dan kelompok kerja diatur lebih lanjut dengan keputusan Komisi.
Bagian KetigaTugas
Pasal 35
Tugas Komisi meliputi:
a. melakukan penilaian terhadap perjanjian yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat sebagaimana diatur dalam Pasal 4 sampai dengan Pasal 16;
b. melakukan penilaian terhadap kegiatan usaha dan atau tindakan pelaku usaha yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat sebagaimana diatur dalam Pasal 17 sampai dengan Pasal 24;
c. melakukan penilaian terhadap ada atau tidak adanya penyalahgunaan posisi dominan yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat sebagaimana diatur dalam Pasal 25 sampai dengan Pasal 28;
d. mengambil tindakan sesuai dengan wewenang Komisi sebagaimana diatur dalam Pasal 36;
e. memberikan saran dan pertimbangan terhadap kebijakan Pemerintah yang berkaitan dengan praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat;
f. menyusun pedoman dan atau publikasi yang berkaitan dengan Undang-undang ini;
g. memberikan laporan secara berkala atas hasil kerja Komisi kepada Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat.
Bagian KeempatWewenang
Pasal 36
Wewenang Komisi meliputi:
1. menerima laporan dari masyarakat dan atau dari pelaku usaha tentang dugaan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat;
2. melakukan penelitian tentang dugaan adanya kegiatan usaha dan atau tindakan pelaku usaha yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat;
3. melakukan penyelidikan dan atau pemeriksaan terhadap kasus dugaan praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat yang dilaporkan oleh masyarakat atau oleh pelaku usaha atau menghadirkan pelaku usaha, saksi, saksi ahli, atau setiap orang sebagaimana dimaksud huruf e dan huruf f, yang tidak bersedia memenuhi panggilan Komisi;
4. meminta keterangan dari instansi Pemerintah dalam kaitannya dengan penyelidikan dan atau pemeriksaan terhadap pelaku usaha yang melanggar ketentuan undang-undang ini;
5. mendapatkan, meneliti, dan atau menilai surat, dokumen, atau alat bukti lain guna penyelidikan dan atau pemeriksaan;
6. memutuskan dan menetapkan ada atau tidak adanya kerugian di pihak pelaku usaha lain atau masyarakat;
7. memberitahukan putusan Komisi kepada pelaku usaha yang diduga melakukan praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat;
8. menjatuhkan sanksi berupa tindakan administratif kepada pelaku usaha yang melanggar ketentuan Undang-undang ini.
Bagian KelimaPembiayaan
Pasal 37
Biaya untuk pelaksanaan tugas Komisi dibebankan kepada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan atau sumber-sumber lain yang diperbolehkan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku

sumber : www.google.com
www.artikel.com

hal-hal yang dikecualikan dalam UU. Antimonopoli

Hal-hal yang Dikecualikan dalam UU. AntiMonopoli
Hal-hal yang dilarang oleh Undang-Undang Anti Monopoli adalah sebagai berikut :
1. Perjanjian-perjanjian tertentu yang berdampak tidak baik untuk persaingan pasar :
a. Oligopoli
b. Penetapan harga
c. Pembagian wilayah
d. Pemboikotan
e. Kartel
f. Trust
g. Oligopsoni
h. Integrasi vertical
i. Perjanjian tertutup
j. Perjanjian dengan pihak luar negeri

2. Kegiatan-kegiatan tertentu yang berdampak tidak baik untuk persaingan pasar, meliputi kegiatan-kegiatan :
a. Monopoli
b. Monopsoni
c. Penguasaan pasar
d. Persekongkolan

Pasal 50
Yang dikecualikan dari ketentuan undang-undang ini adalah:
a. perbuatan dan atau perjanjian yang bertujuan melaksanakan peraturan perundang-undangan yang berlaku; atau
b. perjanjian yang berkaitan dengan hak atas kekayaan intelektual seperti lisensi, paten, merek dagang, hak cipta, desain produk industri, rangkaian elektronik terpadu, dan rahasia dagang, serta perjanjian yang berkaitan dengan waralaba; atau
c. perjanjian penetapan standar teknis produk barang dan atau jasa yang tidak mengekang dan atau menghalangi persaingan; atau
d. perjanjian dalam rangka keagenan yang isinya tidak memuat ketentuan untuk memasok kembali barang dan atau jasa dengan harga yang lebih rendah daripada harga yang telah diperjanjikan; atau
e. perjanjian kerja sama penelitian untuk peningkatan atau perbaikan standar hidup masyarakat luas; atau
f. perjanjian internasional yang telah diratifikasi oleh Pemerintah Republik Indonesia; atau
g. perjanjian dan atau perbuatan yang bertujuan untuk ekspor yang tidak mengganggu kebutuhan dan atau pasokan pasar dalam negeri; atau
h. pelaku usaha yang tergolong dalam usaha kecil; atau
i. kegiatan usaha koperasi yang secara khusus bertujuan untuk melayani anggotanya.

Pasal 51
Monopoli dan atau pemusatan kegiatan yang berkaitan dengan produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa yang menguasai hajat hidup orang banyak serta cabang-cabang produksi yang penting bagi negara diatur dengan undang-undang dan diselenggarakan oleh Badan Usaha Milik Negara dan atau badan atau lembaga yang dibentuk atau ditunjuk oleh Pemerintah.


sumber :wikipedia.com

kegiatan dan perjanjian yang dilarang dalam antimonopoli

Kegiatan yang dilarang dalan Antimonopoly
Kegiatan yang dilarang berposisi dominan menurut pasal 33 ayat 2. Posisi dominan adalah keadaan di mana pelaku usaha tidak mempunyai pesaing yang berarti di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan pangsa pasar yang dikuasai, atau pelaku usaha mempunyai posisi tertinggi di antara pesaingnya di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan kemampuan keuangan, kemampuan akses pada pasokan atau penjualan, serta kemampuan untuk menyesuaikan pasokan atau permintaan barang atau jasa tertentu.
Menurut pasal 33 ayat 2 “ Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.” Jadi, sektor-sektor ekonomi seperti air, listrik, telekomunikasi, kekayaan alam dikuasai negara tidak boleh dikuasai swasta sepenuhnya

C. Perjanjian yang dilarang dalam Antimonopoli dan Persaingan Usaha
Jika dibandingkan dengan pasal 1313 KUH Perdata, UU No.5/199 lebih menyebutkan secara tegas pelaku usaha sebagai subyek hukumnya, dalam undang-undang tersebut, perjanjian didefinisikan sebagai suatu perbuatan satu atau lebih pelaku usaha untuk mengikatkan diri terhadap satu atau lebih pelaku usaha lain dengan nama apapun, baik tertulis maupun tidak tertulis .
Perjanjian dengan ”understanding” apakah dapat disebut sebagai perjanjian. Perjanjian yang lebih sering disebut sebagai tacit agreement ini sudah dapat diterima oleh UU Anti Monopoli di beberapa negara, namun dalam pelaksanaannya di UU No.5/1999 masih belum dapat menerima adanya ”perjanjian dalam anggapan” tersebut.
Sebagai perbandingan dalam pasal 1 Sherman Act yang dilarang adalah bukan hanya perjanjian (contract), termasuk tacit agreement tetapi juga combination dan conspiracy.
Jadi cakupannya memang lebih luas dari hanya sekedar ”perjanjian” kecuali jika tindakan tersebut—collusive behaviour—termasuk ke dalam kategori kegiatan yang dilarang dalam bab IV dari Undang-Undang Anti Monopoli . Perjanjian yang dilarang dalam UU No.5/1999 tersebut adalah perjanjian dalam bentuk sebgai berikut :
a. Oligopoli
b. Penetapan harga
c. Pembagian wilayah
d. Pemboikotan
e. Kartel
f. Trust
g. Oligopsoni
h. Integrasi vertical
i. Perjanjian tertutup
j. Perjanjian dengan pihak luar negeri

Perjanjian yang dilarang penggabungan, peleburan, dan pengambil-alihan-Penggabungan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh satu Perseroan/Badan Usaha atau lebih untuk menggabungkan diri dengan Perseroan/Badan Usaha lain yang telah ada yang mengakibatkan aktiva dan pasivadari Perseroan/Badan Usaha yang menggabungkan beralih karena hukum kepada Perseroan/Badan Usaha yang menerima Penggabungan dan selanjutnya Perseroan/Badan Usaha yang menggabungkan diri berakhir karena hukum.
Peleburan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh satu Perseroan/Badan Usaha atau lebih untuk meleburkan diri dengan cara mendirikan satu Perseroan/Badan Usaha baru yang karena hukum memperoleh aktiva dan pasiva dari Perseroan/Badan Usaha yang meleburkan diri dan Perseroan/Badan Usaha yang meleburkan diri berakhir karena hukum.
Pengambilalihan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh pelaku usaha untuk memperoleh atau mendapatkan baik seluruh atau sebagian saham dan atau aset Perseroan/Badan Usaha. yang dapat mengakibatkan beralihnya pengendalian terhadap Perseroan/Badan Usaha tersebut
Terdapat sepuluh jenis perjanjian dan kegiatan usaha yang dikecualikan dari aturan UU No. 5/1999 (sebagaimana diatur di pasal 50 dan 51 UU No.5/1999). Sepuluh jenis perjanjian dan kegiatan usaha yang dikecualikan tersebut berpotensi menimbulkan masalah dalam pelaksanaannya karena dimungkinkan munculnya penafsiran yang berbeda-beda antara pelaku usaha dan KPPU tentang bagaimana seharusnya melaksanakan sepuluh jenis perjanjian dan kegiatan usaha tersebut tanpa melanggar UU No. 5/1999. Bisa jadi suatu perjanjian atau suatu kegiatan usaha dianggap masuk dalam kategori pasal 50 UU No. 5/1999 oleh pelaku usaha, tetapi justru dianggap melanggar undang-undang oleh KPPU. Oleh karena itu, perlu adanya ketentuan lanjutan yang lebih detil mengatur pelaksanaan sepuluh jenis perjanjian dan kegiatan usaha tersebut demi menghindarkan salah tafsir dan memberikan kepastian hukum baik bagi pengusaha maupun bagi KPPU (pasal 50 dan 51, tentang sepuluh jenis perjanjian dan kegiatan usaha).

ref: www.google.com
www.wikipedia.com

Asas dan Tujuan Antimonopoli dan Persaingan Usaha Tidak sehat

Asas dan Tujuan Antimonopoli dan Persaingan Usaha Tidak sehat
Asas
Pelaku usaha di Indonesia dalam menjalankan kegiatan usahanya berasaskan demokrasi ekonomi dengan memperhatikan keseimbangan antara kepentingan pelaku usaha dan kepentingan umum.

Tujuan
Undang-Undang (UU) persaingan usaha adalah Undang-undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (UU No.5/1999) yang bertujuan untuk memelihara pasar kompetitif dari pengaruh kesepakatan dan konspirasi yang cenderung mengurangi dan atau menghilangkan persaingan. Kepedulian utama dari UU persaingan usaha adalah promoting competition dan memperkuat kedaulatan konsumen.

ref: www.artikel.com

pengertian anti monopoli dan persaingan usaha tidak sehat

Pengertian Anti Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat
Ada beberapa pengertian monopoli yang diartikan beberapa

Kalangan; Black’s Law Dictionary mengartikan monopoli sebagai “a peveilege or peculiar advantage vested in one or more persons or companies, consisting in the exclusive right ( or power ) to carry on a particular article, or control yhe sale of whole supply of a particular commodity ” . (Henry Champbell Black,1990 : 696)

Secara etimologi, kata “monopoli” berasal dari kata Yunani ‘Monos’ yang berarti sendiri dan ‘Polein’ yang berarti penjual. Dari akar kata tersebut secara sederhana orang lantas memberi pengertian monoopli sebagai suatu kondisi dimana hanya ada satu penjual yang menawarkan (supply) suatu barang atau jasa tertentu. (Arie Siswanto:2002)

Disamping istilah monopoli di USA sering digunakan kata “antitrust” untuk pengertian yang sepadan dengan istilah “anti monopoli” atau istilah “dominasi” yang dipakai masyarakat Eropa yang artinya juga sepadan dengan arti istlah “monopoli” Disamping itu terdapat istilah yang artinya hampir sama yaitu “kekuatan pasar”. Dalam praktek keempat kata tersebut, yaitu istilah “monopoli”, “antitrust”, “kekuatan pasar” dan istilah “dominasi” saling dipertukarkan pemakaiannya. Keempat istilah tersebut dipergunakan untuk menunjukkan suatu keadaan dimana seseorang menguasai pasar ,dimana dipasar tersebut tidak tersedia lagi produk subtitusi yang potensial, dan terdapatnya kemampuan pelaku pasar tersebut untuk menerapkan harga produk tersebut yang lebih tinggi, tanpa mengikuti hukum persaingan pasar atau hukum tentang permintaan dan penawaran pasar.

Undang-Undang Anti Monopoli No 5 Tahun 1999 memberi arti kepada monopolis sebagai suatu penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau atas penggunaan jasa tertentu oleh satu pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha (pasal 1 ayat (1) Undang-undagn Anti Monopoli ). Sementara yang dimaksud dengan “praktek monopoli” adalah suatu pemusatan kekuatan ekonomi oleh salah satu atau lebih pelaku yang mengakibatkan dikuasainya produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau jasa tertentu sehingga menimbulkan suatu persaingan usaha secara tidak sehat dan dapat merugikan kepentingan umum. Sesuai dalam Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Anti Monopoli .

Selain itu, Undang-Undang Anti monopoli juga memberikan arti kepada “persaingan usaha tidak sehat” sebagai suatu persaingan antar pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan produksi dan atau pemasaran barang atau jasa yang dilakukan dengan cara-cara yang tidak jujur atau dengan cara melawan hukum atau menghambat persaingan usaha.

Dengan demikian Undang-undang Anti Monopoli No 5 tahun 1999 dalam memberikan arti kepada posisi dominan atau perbuatan anti persaingan lainnya mencakup baik kompetisi yang interbrand, maupun kompetisi yang intraband. Yang dimaksud dengan kompetisi yang interbrand adalah kompetisi diantara produsen produk yang generiknya sama. Dilarang misalnya jika satu perusahaan menguasai 100 persen pasar televisi, atau yang disebut dengan istilah “monopoli”. Sedangkan yang dimaksud dengan kompetisi yang intraband adalah kompetisi diantar distributor atas produk dari produsen tertentu. (Munir Fuady 2003: 6)

Disamping itu, ada juga yang mengartikan kepada tindakan monopoli sebagai suatu keistimewaan atau keuntungan khusus yang diberikan kepada seseorang atau beberapa orang atau perusahaan, yang merupakan hak atau kekuasaan yang eksklusif untuk menjalankan bisnis atau mengontrol penjualan terhadap seluruh suplai barang tertentu .

Dalam hukum Inggris kuno, monopoli diartikan sebagai suatu izin atau keistimewaan yang dibenarkan oleh raja untuk membeli, menjual, membuat. Mengerjakan atau menggunakan apapun secara keseluruhan, dimana tindakan monopoli tersebut secara umum dapat mengekang kebebasan berproduksi atau trading. Atau monopoli dirumuskan juga sebagai suatu tindakan yang memiliki atau mengontrol bagian besar dari suplai di pasar atau output dari komoditi tertentu yang dapat mengekang kompetisi, membatasi kebebasan perdagangan, yang memberikan kepada pemonopoli kekuasaan pengontrolan terhadap harga.

Ada lagi yang mengartikan kepada tindakan monopoli (yang umum )sebagai suatu hak atau kekuasaan hanya untuk melakukan suatu kegiatan atau aktivitas yang khusus, seperti membuat suatu produk tertentu, memberikan suatu jasa, dan sebagainya. Atau, suatu monopoli (dalam dunia usaha) diartikan sebagi pemilikan atau pengendalian persediaan atau pasaran untuk suatu produk atau jasa yang cukup banyak untuk mematahkan atau memusnahkan persaingan, untuk mengendalikan harga, atau dengan cara lain untuk membatasi perdagangan

Struktur monopoli sering pula dibedakan atas monopoli alamiah dan non alamiah. Monopoli alamiah antara lain dalam memproduksi air minum, gas, listrik dan lainnya sedangkan monopoli non alamiah yang merupakan monopoli berasal dari struktur oligopoli yang kolusif sehingga mendapatkan tempat yang kurang baik , akan tetapi bukan berarti yang alamih juga dapat melepaskan diri dari citra yang kurang baik di pihak lain. (Nurimansyah Hasibuan .1993)

Praktek-praktek monopoli di Indonesia sering tidak mendapatkan tempat perhatian dalam dunia penelitian. Namun demikian, oleh karena fasilitas-fasilitas tertentu dari pemerintah, maka kehadiran monopolis dapat memperkuat transfer pendapatan dari yang relatif lemah ke kelompok yang relatif lebih kuat, maka kehadiran monopolis dapat memperkuat transfer pendapatan akan tetapi walaupun monopolis mendapatkan keuntungan yang super normal namun kurang diimbangi dengan pembayaran pajak yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat luas.(Nurimansyah Hasibuan .1993)

Referensi:
http://click-gtg.blogspot.com/2008/08/anti-monopoli-dan-persaingan-usaha.html

sanksi dalam perlindungan konsumen

Sanksi
Sanksi Perdata :
* Ganti rugi dalam bentuk :
o Pengembalian uang atau
o Penggantian barang atau
o Perawatan kesehatan, dan/atau
o Pemberian santunan

* Ganti rugi diberikan dalam tenggang waktu 7 hari setelah tanggal transaksi


Sanksi Administrasi : maksimal Rp. 200.000.000 (dua ratus juta rupiah), melalui BPSK jika melanggar Pasal 19 ayat (2) dan (3), 20, 25


Sanksi Pidana :
* Kurungan :
o Penjara, 5 tahun, atau denda Rp. 2.000.000.000 (dua milyar rupiah) (Pasal 8, 9, 10, 13 ayat (2), 15, 17 ayat (1) huruf a, b, c, dan e dan Pasal 18
o Penjara, 2 tahun, atau denda Rp.500.000.000 (lima ratus juta rupiah) (Pasal 11, 12, 13 ayat (1), 14, 16 dan 17 ayat (1) huruf d dan f

* Ketentuan pidana lain (di luar Undang-undang No. 8 Tahun. 1999 tentang Perlindungan Konsumen) jika konsumen luka berat, sakit berat, cacat tetap atau kematian

* Hukuman tambahan , antara lain :
o Pengumuman keputusan Hakim
o Pencabuttan izin usaha;
o Dilarang memperdagangkan barang dan jasa ;
o Wajib menarik dari peredaran barang dan jasa;
o Hasil Pengawasan disebarluaskan kepada masyarakat .

Ref: http://pkditjenpdn.depdag.go.id/index.php?page=sanksi

tanggung jawab pelaku usaha di perlindungan konsumen

Tanggung Jawab Pelaku Usaha
Hukum tentang tanggung jawab produk ini termasuk dalam perbuatan melanggar hukum tetapi diimbuhi dengan tanggung jawab mutlak (strict liability), tanpa melihat apakah ada unsur kesalahan pada pihak pelaku. Dalam kondisi demikian terlihat bahwa adagium caveat emptor (konsumen bertanggung jawab telah ditinggalkan) dan kini berlaku caveat venditor (pelaku usaha bertanggung jawab).

Istilah Product Liability (Tanggung Jawab Produk) baru dikenal sekitar 60 tahun yang lalu dalam dunia perasuransian di Amerika Serikat, sehubungan dengan dimulainya produksi bahan makanan secara besar-besaran. Baik kalangan produsen (Producer and manufacture) maupun penjual (seller, distributor) mengasuransikan barang-barangnya terhadap kemungkinan adanya resiko akibat produk-produk yang cacat atau menimbulkan kerugian tehadap konsumen.

Produk secara umum diartikan sebagai barang yang secara nyata dapat dilihat, dipegang (tangible goods), baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak. Namun dalam kaitan dengan masalah tanggung jawab produser (Product Liability) produk bukan hanya berupa tangible goods tapi juga termasuk yang bersifat intangible seperti listrik, produk alami (mis. Makanan binatang piaraan dengan jenis binatang lain), tulisan (mis. Peta penerbangan yang diproduksi secara masal), atau perlengkapan tetap pada rumah real estate (mis. Rumah).[1] Selanjutnya, termasuk dalam pengertian produk tersebut tidak semata-mata suatu produk yang sudah jadi secara keseluruhan, tapi juga termasuk komponen suku cadang.

Tanggung jawab produk (product liability), menurut Hursh bahwa product liability is the liability of manufacturer, processor or non-manufacturing seller for injury to the person or property of a buyer third party, caused by product which has been sold. Perkins Coie juga menyatakan Product Liability: The liability of the manufacturer or others in the chain of distribution of a product to a person injured by the use of product.[2]

Dengan demikian, yang dimaksud dengan product liability adalah suatu tanggung jawab secara hukum dari orang atau badan yang menghasilkan suatu produk (producer, manufacture) atau dari orang atau badan yang bergerak dalam suatu proses untuk menghasilkan suatu produk (processor, assembler) atau orang atau badan yang menjual atau mendistribusikan produk tersebut.

Bahkan dilihat dari konvensi tentang product liability di atas, berlakunya konvensi tersebut diperluas terhadap orang/badan yang terlibat dalam rangkaian komersial tentang persiapan atau penyebaran dari produk, termasuk para pengusaha, bengkel dan pergudangan. Demikian juga dengan para agen dan pekerja dari badan-badan usaha di atas. Tanggung jawab tersebut sehubungan dengan produk yang cacat sehingga menyebabkan atau turut menyebabkan kerugian bagi pihak lain (konsumen), baik kerugian badaniah, kematian maupun harta benda.

Seperti di kemukakan di atas, bahwa jika dilihat secara sepintas, kelihatan bahwa apa yang di atur dengan ketentuan product liability telah diatur pula dalam KUHPerdata. Hanya saja jika kita menggunakan KUHPerdata, maka bila seorang konsumen menderita kerugian ingin menuntut pihak produsen (termasuk pedagang, grosir, distributor dan agen), maka pihak korban tersebut akan menghadapi beberapa kendala yang akan menyulitkannya untuk memperoleh ganti rugi.

Kesulitan tersebut adalah pihak konsumen harus membuktikan ada unsur kesalahan yang dilakukan oleh pihak produsen. Jika konsumen tidak berhasil membuktikan kesalahan produsen, maka gugatan konsumen akan gagal. Oleh karena berbagai kesulitan yang dihadapi oleh konsumen tersebut, maka sejak tahun 1960-an, di Amerika Serikat di berlakukan prinsip tanggung jawab mutlak (strict liability principle).

Dengan diterapkannya prinsip tanggung jawab mutlak ini, maka setiap konsumen yang merasa dirugikan akibat produk atau barang yang cacat atau tidak aman dapat menuntut kompensasi tanpa harus mempermasalahkan ada atau tidak adanya unsur kesalahan di pihak produsen.

Alasan-alasan mengapa prinsip tanggung jawab mutlak (strtict liability) diterapkan dalam hukum tentang product liability adalah:[3]

a. Di antara korban/konsumen di satu pihak dan produsen di lain pihak, beban kerugian (resiko) seharusnya ditanggung oleh pihak yang memproduksi/mengeluarkan barang-barang cacat/berbahaya tersebut di pasaran;

b. Dengan menempatkan/mengedarkan barang-barang di pasaran, berarti produsen menjamin bahwa barang-barang tersebut aman dan pantas untuk dipergunakan, dan bilamana terbukti tidak demikian, dia harus bertanggung jawab;

c. Sebenarnya tanpa menerapkan prinsip tanggung jawab mutlak-pun produsen yang melakukan kesalahan tersebut dapat dituntut melalui proses penuntutan beruntun, yaitu konsumen kepada pedagang eceran, pengecer kepada grosir, grosir kepada distributor, distributor kepada agen, dan agen kepada produsen. Penerapan strict liability dimaksudkan untuk menghilangkan proses yang panjang ini.

Dengan demikian apapun alasannya, pelaku usaha harus bertanggung jawab apabila ternyata produk yang dihasilkannya cacat atau berbahaya. Informasi akurat dan lengkap merupakan hak konsumen. Apabila kewajiban ini tidak dipenuhi, maka sudah semestinya pelaku usaha dimintai pertanggungjwaban.

UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN KONSUMEN
BAB VI
TANGGUNG JAWAB PELAKU USAHA


Pasal 19

(1) Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, dan/atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang dan/atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan

(2) Ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa pengembalian uang atau penggantian barang dan/atau jasa yang sejenis atau setara nilainya, atau perawatan kesehatan dan/atau pemberian santunan yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(3) Pemberian ganti rugi dilaksanakan dalam tenggang waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal transaksi

(4) Pemberian ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak menghapuskan kemungkinan adanya tuntutan pidana berdasarkan pembuktian lebih lanjut mengenai adanya unsur kesalahan

(5) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak berlaku apabila pelaku usaha dapat membuktikan bahwa kesalahan tersebut merupakan kesalahan konsumen

Pasal 20

Pelaku usaha periklanan bertanggung jawab atas iklan yang diproduksi dan segala akibat yang ditimbulkan oleh iklan tersebut

Pasal 21

(1) Importir barang bertanggung jawab sebagai pembuat barang yang diimpor apabila importasi barang tersebut tidak dilakukan oleh agen atau perwakilan produsen luar negeri

(2) Importir jasa bertanggung jawab sebagai penyedia jasa asing apabila penyediaan jasa asing tersebut tidak dilakukan oleh agen atau perwakilan penyedia jasa asing

Pasal 22

Pembuktian terhadap ada tidaknya unsur kesalahan dalam kasus pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (4), Pasal 20, dan Pasal 21 merupakan beban dan tanggung jawab pelaku usaha tanpa menutup kemungkinan bagi jaksa untuk melakukan pembuktian

Pasal 23

Pelaku usaha yang menolak dan/atau tidak memberi tanggapan dan/atau tidak memenuhi ganti rugi atas tuntutan konsumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4), dapat digugat melalui badan penyelesaian sengketa konsumen atau mengajukan ke badan peradilan di tempat kedudukan konsumen

Pasal 24

(1) Pelaku usaha yang menjual barang dan/atau jasa kepada pelaku usaha lain bertanggung jawab atas tuntutan ganti rugi dan/atau gugatan konsumen apabila

a. pelaku usaha lain menjual kepada konsumen tanpa melakukan perubahan apa pun atas barang dan/atau jasa tersebut

b.pelaku usaha lain, didalam transaksi jual beli tidak mengetahui adanya perubahan barang dan/atau jasa yang dilakukan oleh pelaku usaha atau tidak sesuai dengan contoh, mutu, dan komposisi

(2) Pelaku usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibebaskan dari tanggung jawab atas tuntutan ganti rugi dan/atau gugatan konsumen apabila pelaku usaha lain yang membeli barang dan/atau jasa menjual kembali kepada konsumen dengan melakukan perubahan atas barang dan/atau jasa tersebut

Pasal 25

(1) Pelaku usaha yang memproduksi barang yang pemanfaatannya berkelanjutan dalam batas waktu sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun wajib menyediakan suku cadang dan/atau fasilitas purna jual dan wajib memenuhi jaminan atau garansi sesuai dengan yang diperjanjikan

(2) Pelaku usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertanggung jawab atas tuntutan ganti rugi dan/atau gugatan konsumen apabila pelaku usaha tersebut

a. tidak menyediakan atau lalai menyediakan suku cadang dan/atau fasilitas perbaikan

b. tidak memenuhi atau gagal memenuhi jaminan atau garansi yang diperjanjikan.

Pasal 26

Pelaku usaha yang memperdagangkan jasa wajib memenuhi jaminan dan/atau garansi yang disepakati dan/atau yang diperjanjikan.

Pasal 27

Pelaku usaha yang memproduksi barang dibebaskan dan tanggung jawab atas kerugian yang diderita konsumen, apabila

a. barang tersebut terbukti seharusnya tidak diedarkan atau tidak dimaksudkan untuk diedarkan

b. cacat barang timbul pada kemudian hari

c. cacat timbul akibat ditaatinya ketentuan mengenai kualifikasi barang;

d. kelalaian yang diakibatkan oleh konsumen

e. lewatnya jangka waktu penuntutan 4 (empat) tahun sejak barang dibeli atau lewat jangka waktu yang diperjanjikan

Pasal 28

Pembuktian terhadap ada tidaknya unsur kesalahan dalam gugatan ganti rugi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19, Pasal 22, dan Pasal 23 merupakan beban dan tanggung jawab pelaku usaha.

REFERENSI:
http://www.blogster.com/khaerulhtanjung/pelaku-usaha-dan-tanggung
http://www.asiatour.com/lawarchives/indonesia/konsumen/asiamaya_uu_perlindungan_konsumen_babVI.html

klausula baku dalam perjanjian di perlindungan konsumen

Klausula Baku dalam Perjanjian
Klausula Baku adalah setiap aturan atau ketentuan dan syarat-syarat yang telah dipersiapkan dan ditetapkan terlebih dahulu secara sepihak oleh pelaku usaha yang dituangkan dalam suatu dokumen dan / atau perjanjian yang mengikat dan wajib dipenuhi oleh konsumen.

Klausula Baku aturan sepihak yang dicantumkan dalam kwitansi, faktur / bon, perjanjian atau dokumen lainnya dalam transaksi jual beli yang sangat merugikan konsumen.

Dengan pencantuman Klausula Baku posisi konsumen sangat lemah / tidak seimbang dalam menghadapi pelaku usaha.

Undang-Undang Perlindungan Konsumen menetapkan bahwa Klausula Baku yang dituangkan dalam suatu dokumen dan/atau perjanjian dilarang bagi pelaku usaha, apabila dalam pencantumannya mengadung unsur-unsur atau pernyataan sebagai berikut :

1. Pengalihan tanggungjawab dari pelaku usaha kepada konsumen;

2. Pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali barang yang dibeli konsumen;

3. Pelaku usaha berhak menolak penyerahan uang yang dibayarkan atas barang atau jasa yang dibeli oleh konsumen;

4. Pemberian kuasa dari konsumen kepada pelaku usaha baik secara langsung maupun tidak langsung untuk melakukan segala tindakan sepihak yang berkaitan dengan barang yang dibeli secara angsuran;

5. Mengatur perihal pembuktian atas hilangnya kegunaan barang atau pemanfaatan jasa yang dibeli konsumen;

6. Memberi hak kepada pelaku usaha untuk mengurangi manfaat jasa atau mengurangi harta kekayaan konsumen yang menjadi obyek jual beli jasa;

7. Tunduknya konsumen kepada peraturan yang berupa aturan baru, tambahan atau lanjutan dan / atau pengubahan lanjutan yang dibuat secara sepihak oleh pelaku usaha dalam masa konsumen memanfaatkan jasa yang dibelinya;

8. Konsumen memberi kuasa kepada pelaku usaha untuk pembebanan hak tanggungan, hak gadai, hak jaminan terhadap barang yang dibeli oleh konsumen secara angsuran;

Contoh Klusula Baku yang dilarang Undang-Undang Perlindungan Konsumen antara lain sebagai berikut :

* Formulir pembayaran tagihan bank dalam salah satu syarat yang harus dipenuhi atau disetujui oleh nasabahnya menyatakan bahwa “ Bank tidak bertanggung jawab atas kelalaian atau kealpaan, tindakan atau keteledoran dari Bank sendiri atau pegawainya atau koresponden, sub agen lainnya, atau pegawai mereka ;

* Kwitansi atau / faktur pembelian barang, yang menyatakan :
o "Barang yang sudah dibeli tidak dapat ditukar atau dikembalikan" ;
o "Barang tidak diambil dalam waktu 2 minggu dalam nota penjualan kami batalkan" ;

BATAL DEMI HUKUM

* Setiap transaksi jual beli barang dan atau jasa yang mencantumkan Klausula Baku yang tidak memenuhi ketentuan yang berlaku;

* Konsumen dapat menggugat pelaku usaha yang mencantumkan Klausula Baku yang dilarang dan pelaku usaha tersebut dapat dijatuhi sanksi pidana denda atau pidana penjara;

* Pencantuman Klusula Baku yang benar adalah yang tidak mengandung 8 unsur atau pernyataan yang dilarang dalam Undang-Undang, bentuk dan pencantumannya mudah terlihat dan dipahami;

sumber : wikipedia.com

hak dan kewajiban pelaku usaha dalam perlindungan konsumen

Hak & Kewajiban Pelaku Usaha
Seperti halnya konsumen, pelaku usaha juga memiliki hak dan kewajiban. Hak pelaku usaha sebagaimana diatur dalam Pasal 6 UUPK adalah:
1. hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
2. hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad tidak baik;
3. hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian hukum sengketa konsumen;
4. hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
5. hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.


Sedangkan kewajiban pelaku usaha menurut ketentuan Pasal 7 UUPK adalah:
1. beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya;
2. memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan;
3. memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
4. menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku;
5. memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau mencoba barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas barang yang dibuat dan/atau yang diperdagangkan;
6. memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
7. memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang dterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.

sumber : www.google.com

hak dan kewajiban konsumen dalam perlindungan konsumen

Hak & Kewajiban Konsumen dalam perlindungan konsumen
Sesuai dengan Pasal 5 Undang-undang Perlindungan Konsumen, Hak-hak Konsumen adalah :

1. Hak atas kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa;

2. Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;

3. Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa;

4. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan;

5. Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut;

6. Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;

7. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;

8. Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi/penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya;

9. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.


Kewajiban Konsumen

Sesuai dengan Pasal 5 Undang-undang Perlindungan Konsumen, Kewajiban Konsumen adalah :
1. Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan;

2. Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa;

3. Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati;

4. Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut.



sumber : artikel.com

kegiatan yang dilarang dalam perlindungan konsumen

kegiatan yang di larang dalam perlindungan konsumen
1. Kegiatan produksi dan / atau perdagangan barang dan atau jasa (Pasal 8 ayat 1). Sejumlah pelaku usaha memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa yang:
a. Tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dan ketentuan peraturan perundangundangan;
b. Tidak sesuai dengan berat bersih, isi bersih atau netto, dan jumlah dalam hitungan sebagaimana yang dinyatakan dalam label atau etiket barang tersebut;
c. Tidak sesuai dengan ukuran, takaran, timbangan dan jumlah dalam hitungan menurut ukuran yang sebenarnya;
d. Tidak sesuai dengan kondisi, jaminan, keistimewaan atau kemanjuran sebagaimana dinyatakan dalam label, etiket atau keterangan barang dan/atau jasa tersebut
e. Tidak sesuai dengan mutu, tingkatan, komposisi, proses pengolahan, gaya, mode, atau penggunaan tertentu sebagaimana dinyatakan dalam label atau keterangan barang dan/atau jasa tersebut;
f. Tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label, etiket, keterangan, iklan atau promosi penjualan barang dan/atau jasa tersebut;
g. Tidak mencantumkan tanggal kadaluwarsa atau jangka waktu penggunaan/pemanfaatan yang paling baik atas barang tertentu;
h. Tidak mengikuti ketentuan berproduksi secara halal, sebagaimana pernyataan "halal" yang dicantumkan dalam label;
i. Tidak memasang label atau membuat penjelasan barang yang memuat nama barang, ukuran, berat/isi bersih atau netto, komposisi, aturan pakai, tanggal pembuatan, akibat sampingan, nama dan alamat pelaku usaha serta keterangan lain untuk penggunaan yang menurut ketentuan harus dipasang/ dibuat;
j. Tidak mencantumkan informasi dan/atau petunjuk penggunaan barang dalam bahasa Indonesia sesuai dengan ketentuan perundangundangan yang berlaku.
Selain itu, masih ada pelaku usaha yang memperdagangkan barang yang rusak, cacat atau bekas, dan tercemar tanpa memberikan informasi secara lengkap dan benar atas barang dimaksud (ayat 2) dan memperdagangkan sediaan farmasi dan pangan yang rusak, cacat atau bekas dan tercemar, dengan atau tanpa memberikan informasi secara lengkap dan benar (ayat 3).

2. Kegiatan penawaran, promosi, dan periklanan barang dan atau jasa. Sejumlah pelaku usaha masih menawarkan, memproduksi, mengiklankan suatu barang dan/atau jasa secara tidak benar, dan/atau seolah-olah (Pasal 9 ayat 1):
a. Barang tersebut telah memenuhi dan/atau memiliki potongan harga, harga khusus, standar mutu tertentu, gaya atau mode tertentu, karakteristik tertentu, sejarah atau guna tertentu;
b. Barang tersebut dalam keadaan baik dan/atau baru;
c. Barang dan/atau jasa tersebut telah mendapatkan dan/atau memiliki sponsor, persetujuan, perlengkapan tertentu, keuntungan tertentu, ciriciri kerja atau aksesori tertentu;
d. Barang dan/atau jasa tersebut dibuat oleh perusahaan yang mempunyai sponsor, persetujuan atau afiliasi;
e. Barang dan/atau jasa tersebut tersedia;
f. Barang tersebut tidak mengandung cacat tersembunyi;
g. Barang tersebut merupakan kelengkapan dari barang tertentu;
h. Barang tersebut berasal dari daerah tertentu;
i. Secara langsung atau tidak langsung merendahkan barang dan/atau jasa lain;
j. Menggunakan kata-kata yang berlebihan, seperti aman, tidak berbahaya, tidak mengandung risiko atau efek sampingan tampak keterangan yang lengkap;
k. Menawarkan sesuatu yang mengandung janji yang belum pasti.

Penyimpangan lain yang sangat mungkin terjadi adalah pelaku usaha menawarkan, mempromosikan, mengiklankan atau membuat pernyataan yang tidak benar atau menyesatkan mengenai (pasal 10):
a. Harga atau tarif suatu barang dan/atau jasa;
b. Kegunaan suatu barang dan/atau jasa;
c. Kondisi, tanggungan, jaminan, hak atau ganti rugi atas suatu barang dan/atau jasa;
d.Tawaran potongan harga atau hadiah menarik yang ditawarkan;
e. Bahaya penggunaan barang dan/atau jasa.

Selain itu, bentuk pelanggaran lain adalah menawarkan, mempromosikan atau mengiklankan suatu barang dan/atau jasa dengan harga atau tarif khusus dalam waktu dan jumlah tertentu, padahal sebenarnya pelaku usaha tersebut tidak bermaksud untuk melaksanakannya sesuai dengan waktu dan jumlah yang ditawarkan, dipromosikan, atau diiklankan (pasal 12).
Yang juga banyak terjadi adalah pelaku usaha dilarang menawarkan, mempromosikan, atau mengiklankan suatu barang dan/jasa dengan cara menjanjikan pemberian hadiah berupa barang dan/atau jasa lain secara cumacuma dengan maksud tidak memberikannya atau memberikan tidak sebagaimana yang dijanjikannya (pasal 13 ayat 1) dan menawarkan, mempromosikan atau mengiklankan obat, obat tradisional, suplemen makanan, alat kesehatan, dan jasa pelayanan kesehatan dengan cara menjanjikan pemberian hadiah berupa barang dan/atau jasa lain (pasal 13 ayat 2).
Juga, meski sudah dilarang oleh Undang-Undang Perlindungan Konsumen, sejumlah pelaku usaha menawarkan barang dan/atau jasa dengan cara pemaksaan atau cara lain yang dapat menimbulkan gangguan baik fisik maupun psikis terhadap konsumen (pasal 15).
Beriklan adalah salah satu kegiatan yang cukup banyak mengandung pelanggaran karena sejumlah pelaku usaha memproduksi iklan yang (pasal 17):
a. Mengelabui konsumen mengenai kualitas, kuantitas, bahan, kegunaan dan harga barang dan/atau tarif jasa serta ketepatan waktu penerimaan barang dan/atau jasa;
b. Mengelabui jaminan/garansi terhadap barang dan/atau jasa;
c. Memuat informasi yang keliru, salah, atau tidak tepat mengenai barang dan/ata jasa;
d. Tidak memuat informasi mengenai risiko pemakaian barang dan/atau jasa;
e. Mengeksploitasi kejadian dan/atau seseorang tanpa seizin yang berwenang atau persetujuan yang bersangkutan;
f. Melanggar etika dan/atau ketentuan peraturan perundangundangan mengenai periklanan.


3. Kegiatan transaksi penjualan barang dan / atau jasa. Pelanggaran dalam transaksi ini berarti melanggar Pasal 11, Pasal 14, serta Pasal 18 ayat (1), (2), dan (4) UUPK;
Dalam penjualan obral atau lelang sejumlah pelaku usaha berusaha mengelabui/ menyesatkan konsumen dengan;
a. Menyatakan barang dan/atau jasa tersebut seolah-olah telah memenuhi standar mutu tertentu;
b. Menyatakan barang dan/atau jasa tersebut seolah-olah tidak mengandung cacat tersembunyi;
c. Tidak berniat untuk menjual barang yang ditawarkan melainkan dengan maksud untuk menjual barang lain;
d. Tidak menyediakan barang dalam jumlah tertentu dan/atau jumlah yang cukup dengan maksud menjual barang yang lain;
e. Tidak menyediakan jasa dalam kapasitas tertentu atau dalam jumlah cukup dengan maksud menjual jasa yang lain;
f. Menaikkan harga atau tarif barang dan/atau jasa sebelum melakukan obral.
Pelanggaran yang sangat mungkin terjadi dalam penawaran barang dan/atau jasa adalah bahwa pelaku usaha:
a. Tidak melakukan penarikan hadiah setelah batas waktu yang dijanjikan;
b. Mengumumkan hasilnya tidak melalui media massa;
c. Memberikan hadiah tidak sesuai dengan yang dijanjikan;
d. Mengganti hadiah yang tidak setara dengan nilai hadiah yang dijanjikan.
Dalam dunia perbankan dan pembiayaan banyak sekali kita jumpai penggunaan perjanjian baku yang sudah disiapkan pelaku usaha sedemikian rupa sehingga (kadang-kadang) lebih banyak mengatur kewajiban konsumen dan hak pelaku usaha secara tidak seimbang. Perjanjian baku juga banyak kita jumpai berupa ’peringatan’ sepihak dari pengelola parkir: ”Barang hilang atau rusak ditanggung sendiri”, atau dari supermarket: ”Barang yang sudah dibeli tidak dapat ditukar kembali”. Contoh penggunaan klausula baku yang merugikan (dan dilarang oleh undang-undang) adalah (pasa 18 ayat 1):
a. Pelaku usaha menolak tanggung jawab;
b. Pelaku usaha menolak penyerahan kembali barang yang dibeli konsumen;
c. Pelaku usaha menolak penyerahan kembali uang yang dibayarkan atas barang dan/atau jasa yang dibeli oleh konsumen;
d. Pemberian kuasa dari konsumen kepada pelaku usaha baik secara langsung maupun tidak langsung untuk melakukan segala tindakan sepihak yang berkaitan dengan barang yang dibeli oleh konsumen secara angsuran;
e. Pembuktian atas hilangnya kegunaan barang atau pemanfaatan jasa yang dibeli oleh konsumen;
f. Memberi hak kepada pelaku usaha untuk mengurangi manfaat jasa atau
g. Mengurangi harta kekayaan konsumen yang menjadi obyek jual beli jasa;
h. Konsumen harus tunduk kepada peraturan yang berupa aturan baru, tambahan, lanjutan dan/atau pengubahan lanjutan yang dibuat sepihak oleh pelaku usaha dalam masa konsumen memanfaatkan jasa yang dibelinya;
i. Konsumen memberi kuasa kepada pelaku usaha untuk pembebanan hak tanggungan, hak gadai, atau hak jaminan terhadap barang yang dibeli oleh konsumen secara angsuran.

Ironisnya, meski sudah dilarang, masih banyak pelaku usaha yang menggunakan klausula baku dengan isi yang sifatnya eksoneratif atau penolakan bertanggungjawab. Bertambah pelik permasalahannya karena letak dan bentuk klausula baku sulit terlihat atau tidak dapat dibaca secara jelas, atau menggunakan ungkapan yang sulit imengerti (ayat 2).

Kegiatan pascatransaksi penjualan barang dan atau jasa yang menyimpang dari Pasal 28 UUUPK yaitu dimana pelaku usaha mengingkari kewajiban pembuktian atas ada tidaknya unsur kesalahan dalam gugatan ganti rugi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19, Pasal 22, dan Pasal 23 Undang-Undang Perlindungan Konsumen


google.com
supriyono.suroso@yahoo.com